Hukum

Kejagung Tambah 3 Tersangka Kasus Suap Rp60 Miliar

Published

on

Penyidik memborgol salah satu hakim PN Jakpus usai ditetapkan sebagai tersangka suap Rp60 miliar perkara korupsi Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. (Wartahot.news/Dok. Kejagung)

Jakarta –‎ Kejaksaan Agung (Kejagung) menambah 3 tersangka suap Rp60 miliar perkara korupsi Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group dalam korupsi ekspor CPO dan minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta.

‎“‎Penyidik menetapkan 3 orang [hakim] sebagai tersangka,” kata Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin dini hari, (14/4/2025).

‎Ketiga tersangkanya adalah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang membebaskan Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group dari korupsi tersebut. 

Ketiga hakim tersebut yakni Djuyamto dan Agam Syarif Baharuddin selaku hakim karier serta Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Tim Penyidik Pidsus Kejagung menetapkan ketiga hakim tersebut setelah menemukan bukti permulaan yang cukup dan memeriksa mereka sebagai saksi.

‎Kejagung menetapkan Agam Syarif Baharuddin sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-25/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-27/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025. 

Sedangkan Ali Muhtarom berdasarkan ‎Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-26/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-28/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025. 

Lantas Djuyamto berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-27/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-29/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025. ‎


Qohar mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan dan bukti-bukti bahwa ketiga hakim tersebut diduga menerima suap ‎dalam 2 tahap setelah ditunjuk menjadi majelis hakim oleh Wakil Ketua PN Jakpus yang saat ini menjabat Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta.
‎Muhammad Arif Nuryanta menunjuk Djuyamto menjadi ketua sedangkan Ali Muhtarom dan

Agam Syarif Baharuddin masing-masing sebagai anggota majelis.

Awalnya uang tersebut diterima hakim Djuyamto dan Agam ‎dalam dolar Amerika Serikat setara Rp4,5 miliar dengan tujuan untuk uang baca berkas perkara dan agar perkara tersebut diatensi. 

‎Uang sejumlah setara Rp4,5 miliar tersebut kemudian dimasukkan ke dalam goodie bag yang dibawa oleh Agam Syarif Baharuddin. 

“Kemudian dibagi tiga kepada ASB [Agam Syarif Baharuddin], AL [Ali Muhtarom], dan DJU [Djuyamto],” ujarnya.

‎Setelah itu, pada sekira bulan September atau Oktober 2024, tersangka Muhammad Arif Nuryanta kembali menyerahkan uang dolar Amerika setara Rp18 miliar kepada Djuyamto.

“Kemudian oleh DJU [Djuyamto] dibagi 3 di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Selatan,” katanya.

Adapun porsi pembagiannya, yakni‎ ‎Agam Syarif Baharuddin setara Rp4,5 miliar, Djuyamto setara Rp6 miliar yang di antaranya setara Rp300 juta untuk panitera, dan Ali Muhtarom setara Rp5 miliar.

‎“Sehingga total seluruhnya yang diterima Rp22 miliar,” ujar Qohar.

Ia mengungkapkan, ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang tersebut, yakni agar perkara 3 terdakwa korporasi tersebut diputus onslag atau lepas.

“Pada tanggal 19 Maret 2025 perkara tersebut diputus onslag,” ujar Qohar.

Penyidik Kejagung kemudian menahan ketiga hakim tersebut di Rumah Tahan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan.

Penahanan tersangka hakim Agam Syarif Baharuddin berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 25/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025.

“Surat Perintah Penahanan Nomor: 26/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025 atas nama tersangka AM [Ali Muhtarom],” ujarnya.

Sedangkan Djuyamto ditahan berdasarkan ‎Surat Perintah Penahanan Nomor: 27/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025. 

Kejagung menyangka Djuyamto,‎ Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom melanggar Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 B juncto Pasal 6 Ayat (2) juncto Pasal 18 juncto Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending

Exit mobile version