Hukum

Dugaan ‘Bermain’ Berat Kargo Haji: Celah Pengawasan yang Mengancam Reputasi Pos Indonesia

Published

on



Jakarta – Di tengah euforia kepulangan petugas haji yang telah tuntas mengemban tugas di Tanah Suci, terselip sebuah isu yang menyoroti integritas salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor logistik. Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan pengiriman kargo haji oleh PT Pos Indonesia (Persero) kembali mencuat ke publik, kali ini bahkan telah masuk dalam laporan resmi kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Persoalan ini berakar dari niat baik yang berujung pada praktik yang diduga melanggar aturan. Musim haji 2025 seharusnya membawa kabar gembira bagi para petugas yang mengharapkan fasilitas pembebasan biaya pengiriman satu koli paket per orang—sebuah kebijakan yang pernah mereka nikmati pada tahun-tahun sebelumnya. Aspirasi ini kemudian mendapat respons, meski hanya berupa kesepakatan informal di internal tim pengelola kargo haji.
Ketika Niat Baik Tersandung Angka Fiktif
Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) mengungkapkan bahwa proses pencatatan paket bagi petugas yang memenuhi syarat justru menjadi pintu masuk dugaan manipulasi. Paket-paket tersebut diinput ke dalam sistem logistik perusahaan dengan berat yang seragam dan tidak masuk akal: hanya 1 (satu) kilogram.
Padahal, kenyataan di lapangan menunjukkan kondisi yang sangat berbeda. Sebagian besar paket, yang berisi oleh-oleh dan barang bawaan dari Arab Saudi, secara kasat mata memiliki berat jauh melebihi angka fiktif tersebut.
Ketua Umum KAKI, Arifin Nur Cahyo, tanpa ragu menyebut modus ini sebagai dugaan rasuah yang sistematis. “Data bagasi dibuat hanya seberat 1 Kg, padahal dari data riil itu mencapai 30 Kg. Kasus ini terjadi banyak dan masif,” tegas Arifin pada Senin (22/9/2025).
Dugaan kecurangan yang terorganisir ini, menurut KAKI, sangat merugikan PT Pos Indonesia sebagai perusahaan pelat merah dan berpotensi merugikan keuangan negara dari selisih ongkos kirim yang seharusnya dibayarkan.
Sorotan pada Akuntabilitas BUMN
Kasus ini tak sekadar tentang selisih berat, melainkan juga cerminan lemahnya pengawasan internal di lingkungan perusahaan negara. Ketika tim inspeksi lapangan melakukan uji petik setibanya paket di Indonesia, terungkap selisih berat yang signifikan. Fakta ini, yang kemudian dilaporkan kepada Direktorat Operasional, menunjukkan adanya celah besar dalam sistem validasi data logistik.
Sebagai BUMN, PT Pos Indonesia wajib tunduk pada prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan memiliki tanggung jawab ganda: melayani kepentingan publik sekaligus menjaga integritas internalnya. Manipulasi data logistik, apalagi yang menyangkut paket-paket petugas haji—simbol pelayanan publik—dapat mengikis kredibilitas dan kepercayaan masyarakat.
Menanti Keterbukaan dan Sikap Kooperatif
Hingga kini, PT Pos Indonesia memilih pasif dan belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait laporan yang telah masuk ke Kejaksaan Agung. Sikap ini memicu reaksi keras. Ketua KAKI, Arifin, mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa untuk mendesak aparat penegak hukum segera memproses laporan tersebut, mengingat dugaan fraud ini dinilai dilakukan secara sistematis.
Kasus dugaan manipulasi kargo haji ini menjadi pengingat yang menyentuh bagi seluruh perusahaan negara. Integritas sistem operasional perusahaan tidak hanya diuji oleh efisiensi, tetapi juga oleh transparansi dan akuntabilitas. Setiap penyimpangan, sekecil apa pun, berpotensi merusak fondasi tata kelola yang sehat dan menggerus kepercayaan publik.
Laporan KAKI ke Kejaksaan Agung kini membuka babak baru dalam upaya menuntut akuntabilitas BUMN, menegaskan bahwa publik menantikan jawaban dan langkah korektif yang menyeluruh, bukan sekadar penyelesaian internal yang tanpa tindak lanjut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending

Exit mobile version