Hukum

Kejagung Sita 4 Mobil Mewah dan Uang terkait Suap Rp60 Miliar Ketua PN Jaksel

Published

on

Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta, digiring penyidik Kejagung menuju mobil tahanan. (Wartahot.news/Dok. Kejagung)

Jakarta –‎ Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 4 mobil mewah, uang, dan barang bukti lainnya terkait suap suap dan atau gratifikasi Rp60 miliar Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta.

Direktur Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Sabtu malam, (12/4/2025), penyitaan tersebut hasil dari penggeledahan pada Jumat, (11/4/2025).

‎“Tim penyidik Kejaksaan Agung melakukan tindakan penggeledahan di lima tempat di Jakarta,” ujarnya.

Penggeledahan tersebut terikait kasus suap dan atau gratifikasi ‎Rp60 miliar penanganan putusan perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada Januari 2021–April‎ 2022.

Perkara korupsi tersebut disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Abdul Qohar mengungkapkan, penggeledahan juga dilakukan pada Sabtu kemarin. Penyidik menggeledah sejumlah tempat di Jakarta. Penggeledahan masih berlangsung pada malam Minggu.

Adapun tempat yang digeledah dan barang bukti yang diperoleh dalam penggeledahan tersebut, yakni:

1. Rumah Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan

Tim Penyidik Pidsus Kejagung menggeledah rumah Panitera Muda PN Jakarta Utara (Jakut), Wahyu Gunawan di Villa Gading Indah.

Hasilnya, penyidik menyita sejumlah uang‎ terdiri dari berbagai mata uang asing dan rupiah, yakni SGD 40 ribu, US$5.700, 200 Yen, dan Rp10.804.000.

2. Mobil Wahyu Gunawan

‎Bukan hanya itu, penyidik juga menemukan sejumlah uang di mobil Wahyu Gunawan, yakni ‎SGD 3.400, US$600, dan Rp11,1 juta.

3. Rumah Pengacara Ariyanto

“Uang sebanyak Rp136.950.000 disita dari rumah AR [Ariyanto], ini seorang pengacara,” ujarnya.

4.  ‎Rumah Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta

Penyidik juga menyita 1 buah amplop berwarna cokelat yang berisi 65 lembar uang pecahan dolar Singapura setiap lembarnya 1.000. Kemudian satu buah amplop  putih yang berisi 72 lembar uang pecahan100 dolar Amerika.

Selanjutnya, 1 buah dompet hitam yang berisi 23 lembar uang pecahan 100 dolar Amerika Serikaat. Kemudian 1 lembar uang pecahan dolar Singapura nominal 1.000. 

“Kemudian 3 lembar uang pecahan dolar Singapura, yaitu per lembarannya 50,” kata Qohar.

Selanjutnya 11 lembar uang pecahan dolar Singapura nilainya masing-masing 100, 5 lembar uang pecahan dolar Singapura  nilainya 10, 8 lembar uang pecahan Singapura masing-masing 2 dolar. 

Kemudian, 7 lembar uang pecahan Rp100.000, 235 lembar uang pecahan Rp100.000, 33 lembar uang pecahan Rp50.000, 3 lembar uang pecahan Ringgit masing-masing per lembarnya adalah 50, dan 1 lembar uang pecahan 100 Ringgit. 

“Kemudian satu lembar uang pecahan Ringgit yaitu nilainya 5 dan 1 lembar uang pecahan Ringgit nilainya 1,” katanya.

Sedangkan mobil mewah yang berhasil disita terdiri masing-masing 1 unit adalah  Ferrari Spider, Nissan GT-R, Mercedes-Benz, dan Lexus. Mobil Ferradi, Mercedes Benz, dan Nissan GT-R disita hasil penggeledahan di rumah Ariyanto‎.

Penyidik kemudian membawa Wahyu Gunawan, Ariyanto, ‎advokat Marcella Santoso, Muhammad Arif Nuryanta, DDP selaku istri Ariyanto, IIN, dan sopir Muhammad Arif Nuryanta, BS. 

“Beberapa orang tersebut dibawakan ke Gedung Jampidsus untuk dimintai keterangan sebagai saksi,” ujarnya.

Penyidik menemukan alat bukti yang cukup adanya suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Jakpus dari hasil pemeriksaan saksi-saksi tersebut.

“Diduga berkaitan dengan pengurusan perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit pada bulan Januari 2021 sampai dengan bulan April 2022.

Perkara tersebut membelit sejumlah terdakwa perusahaan dari  ‎Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

Sejumlah perusahaan dari Permata Hijau Group yakni PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.

‎Sedangkan dari Wilmar Group terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Selanjutnya, ‎Musim Mas Group terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.

Sejumlah korporasi tersebut didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya padaa Januari 2021–April‎ 2022.

JPU menuntut agar ‎para terdakwa korporasi dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group tersebut dijatuhi pidana denda masing-masing sebesar Rp1 miliar.

Selain itu, dijatuhkan pidana tambahan kepada Permata Hijau Group untuk membayar uang pengganti sebesar Rp937.558.181.691, Wilmar Group Rp11.880.351.802.699, dan Musim Mas Group Rp4.890.938.943.94,1.

JPU menilai korporasi tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi tersebut secara besama-sama sebagaimana dakwaan primer.

Mereka dinillai terbukti‎ melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

‎Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta kemudian menyatakan bahwa para terdakwa korporasi terbukti melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan JPU.

“Akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana oleh majelis hakim Pengendalian Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujarnya.

Kejagung mencium aroma tidak beres atas putusan atau vonis lepas (ontslag van alle recht vervolging‎) tersebut, yakni karena adanya dugaan suap Rp60 miliar yang diberikan oleh advokatMarella Santoso dan Ariyanto kepada Muhammad Arif Nuryanta.

Penyidik melakukan sejumlah penggeledahan dan memeriksa saksi-saksi hingga akhirnya menemukan bukti permulaan yang cukup adanya suap pengurusan perkara vonis perkara tersebut.

‎“Pemberian suap atau gratifikasi tersebut diberikan melalui WG [Wahyu Gunwan], WG tadi saya sebut panitera.” ujarnya.

“Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara dimaksud agar majelis hakim yang mengadili perkara tersebut memberikan putusan ontslag,” ucapnya.

Majelis hakim Pengdilan Tipikor Jakarta memutus ontslag para terdakwa korporasi ‎tersebut pada tanggal yang sama, yakni pada tanggal 19 Maret 2025.

Atas dasar itu, Kejagung menetapkan ‎Muhammad Arif Nuryanta, Wahyu Gunawan, Marcella Santoso dan Ariyanto.

Kejagung menyangka Wahyu Gunawan melanggar ‎Pasal 12 huruf a juncto Pasal 12 huruf b juncto Pasal 5 Ayat (2) juncto Pasal 18 juncto Pasal 11 juncto Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Muhammad Arif Nuryanta disangka‎ melanggar Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf B juncto Pasal 6 Ayat (2) juncto Pasal 12 huruf a juncto Pasal 12 huruf b juncto Pasal 5 Ayat (2) juncto Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

‎Sedangkan Marcella Santoso dan Ariyanto disangka melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 5 Ayat (1) juncto Pasal 13 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending

Exit mobile version