News

Desak Cabut Izin PT MCM, Warga Kalsel Suarakan Penolakan Hauling Batu Bara di Jalan Negara

Published

on


Banjarmasin, 18 April 2025 – Gelombang penolakan terhadap aktivitas hauling batu bara oleh PT Mantimin Coal Mining (MCM) kini menggema hingga Kalimantan Selatan. Ratusan warga dari berbagai daerah bersama aktivis Brigade 08 turun ke jalan, menggelar aksi di depan gedung DPRD Kalimantan Selatan, Kamis (17/4), menuntut pencabutan izin tambang MCM dan penghentian penggunaan jalan negara oleh truk hauling.

“Kami tidak mau tragedi seperti di Muara Kate terjadi di Kalimantan Selatan,” tegas Romeir Emma Ramadayanti Rivilla, Ketua Brigade 08 Hulu Sungai Utara (HSU).

Emma, yang memimpin massa dari Tanjung, Balangan, Barabai, Kandangan hingga Rantau, menegaskan bahwa aksi ini adalah bentuk solidaritas terhadap warga Muara Kate, Kalimantan Timur, yang sejak akhir 2023 mendirikan posko perlawanan terhadap truk-truk hauling milik MCM yang melintas tanpa izin.

Sejak awal 2024, puluhan truk batu bara berpelat KT (Kaltim) rutin melintasi ruas jalan nasional dari Tabalong menuju Banjarmasin. Jalan selebar 5 meter itu kini rusak parah, terutama di sisi kiri jalur. Tak jarang terjadi pecah ban akibat dugaan kelebihan muatan, serta membahayakan keselamatan warga.

“Kami di Hulu Sungai sudah jenuh. Jalan penuh truk. Warga terganggu, aktivitas terhambat, dan ini jelas melanggar hukum,” tambah Emma.

Padahal, larangan hauling di jalan umum sudah diatur jelas: Perda Kalsel No. 3 Tahun 2008, Perda Kaltim No. 10 Tahun 2012, serta UU Minerba No. 3 Tahun 2020. Aktivitas hauling di jalan nasional dinyatakan ilegal tanpa izin khusus.

“Kami di sini bukan hanya protes. Kami menjaga marwah hukum yang telah dibuat oleh pemerintah sendiri,” ujar Emma.

Gubernur Kalsel, Muhidin, menyatakan dukungan atas aksi warga dan meminta Kapolda untuk segera mengambil tindakan tegas.

“Sesuai aturan, tidak boleh ada angkutan batu bara yang menggunakan jalan negara,” katanya.

Kapolda Kalsel, Irjen Pol. Rosyanto Yudha, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melakukan penertiban, terutama saat arus mudik Lebaran lalu. Ia menyebut telah mengerahkan personel dari Polres Tabalong hingga Brimob untuk pengawasan ketat.

“Kami tidak akan membiarkan lagi truk hauling melintas di jalan negara,” tegas Kapolda.

Namun, penolakan ini bukan tanpa dasar sejarah kelam. Tragedi Muara Kate pada 15 November 2024 menjadi simbol perlawanan rakyat kecil terhadap tambang. Kala itu, posko warga yang menolak hauling diserang orang tak dikenal. Seorang kakek, Russell (60), tewas tertembak. Seorang lainnya, Anson (55), luka parah. Hingga kini, pelaku belum tertangkap.

Tragedi tak berhenti di sana. Teddy, seorang pemuda, tewas dalam insiden tabrak lari truk hauling pada Mei 2024. Menyusul kemudian, Veronika, seorang pendeta, tewas pada Oktober 2024 ketika sebuah truk batu bara gagal menanjak di kawasan Marangit.

Setiap hari, 600 hingga 1.000 truk melintasi jalur sempit dan berdebu, menjadikan jalan umum sebagai “jalur maut” bagi warga setempat.

Kini, suara dari Kalimantan Selatan bergema tak hanya sebagai protes, tetapi sebagai panggilan untuk keadilan, penegakan hukum, dan keselamatan masyarakat.

“Kami akan terus mengawal. Jika tidak ditindaklanjuti, kami siap bawa isu ini ke DPR RI. Rakyat tidak boleh kalah di tanahnya sendiri,” pungkas Emma.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending

Exit mobile version