Hukum
Ini Kronologi Korupsi dan Kejanggalan Kredit Sritex
Jakarta – Kasus pemberian kredit dari Bank DKI Jakarta dan Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (Sritex) diberikan secara melawan hukum.
Lantas bagaimana kronologi kasus korupsi kredit ke PT Sritex? Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, menjelaskannya.
“PT Sri Rejeki Isman, Tbk (Sritex) merupakan Perseroan Terbatas yang beroperasi dalam bidang industri tekstil dan produk tekstil,” katanya dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Rabu malam, (21/5/2025).
Komposisi kepemilikan saham Sritex yang merupakan perusahaan terbuka ini adalah PT Huddleston Indonesia sebesar 59,03% dan masyarakat sebesar 40,97%.
PT Sri Rejeki Isman, Tbk dalam laporan keuangannya menyatakan merugi US$1,08 miliar atau setara dengan Rp15,66 triliun pada 2021 lalu. Padahal, pada tahun 2020, masih mencatat keuntungan US$ 85,32 juta atau Rp1,24 triliun.
Qohar menyampaikan, itu merupakan suatu kejanggalan dan menjadi perhatian khusus dalam pengusutan kasus pemberian kredit kepada Sritex. “Ini [menjadi] konsentrasi dari teman-teman penyidik,” ujarnya.
PT Sri Rejeki Isman, Tbk dan entitas anak perusahaannya memiliki kredit dengan nilai total outstanding (tagihan yang belum dilunasi) hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57 (Rp3,5 triliun).
Kredit tersebut, lanjut Qohar, kepada beberapa bank pemerintah baik yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) maupun sejumlah bank milik daerah, antara lain:
1, Bank Jateng Rp395.663.215.840,00
2. Bank BJB Rp543.980.507.170,00
3. Bank DKI Rp149.007.085.018,57
4. Sindikasi (Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI) + Rp2,5 triliun.
“Selain kredit tersebut di atas, Sritex juga mendapatkan pemberian kredit di 20 bank swasta,” katanya.
Sedangkan dalam pemberian kredit Bank DKI Jakarta dan Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) kepada Sritex dilakukan secara melawan hukum oleh pejabat tinggi kedua bank daerah tersebut.
Adapun pejabat tinggi yang melakuan perbuatan melawan hukum di Bank DKI Jakarta adalah Zainuddin Mapa selaku Dirut dan Dicky Syahbandinata selaku Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB).
Pemberian kredit kepada Sritex tersebut melawan hukum
karena mereka tidak melakukan analisa yang memadai dan mentaati prosedur serta persyaratan, salah satunya tidak terpenuhinya syarat Kredit Modal Kerja, karena hasil penilaian dari Lembaga Pemeringkat Fitch dan Moodys.
Berdasarkan hasil penilaian lembaga tersebut bahwa PT Sri Rezeki Isman, Tbk (Sritex) hanya memperoleh peringkat BB- atau memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi.
Pemberian kredit tanpa jaminan, kata Qohar, hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A yang seharusnya wajib dilakukan sebelum diberikan fasilitas kredit.
Pemberian kredit tersebut bertentangan dengan ketentuan Standar Operasional Prosedur (SOP) Bank serta Undang-Undang (UU) RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Bukan hanya itu, dalam pemberian kredit tersebut juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian, yakni Charater, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition.
Bukan hanya soal menyalahi aturan pemberian kredit, lanjut Qohar, setelah PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk mendapatkan kredit dari Bank DKI Jakarta dan Bank BJB, Dirut Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, tidak menggunakannya sesuai tujuan memperoleh kredit.
Ia mengungkapkan, terdapat fakta hukum bahwa dana tersebut tidak dipergunakan sebagaimana tujuan pemberian kredit, yaitu untuk modal kerja tetapi digunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif.
Kredit yang diberikan oleh Bank BJB dan Bank DKI Jakarta kepada Sritex Tbk saat ini macet dengan kolektibilitas 5 dan aset perusahaan tidak bisa dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil dari total nilai pemberian pinjaman kredit serta tidak dijadikan jaminan.
PT Sri Rejeki Isman, Tbk (Sritex) kemudian dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, melalui putusan dengan Nomor Perkara: 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Pemberian kredit oleh PT Bank DKI Jakarta dan Bank BJB secara melawan hukum tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp692.987.592.188 (Rp692 miliar)
Qodir mengungkapkan, Rp692 miliar itu dari total nilai outstanding atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp3.588.650.808.028,57 (Rp3,5 triliun).
Penyidik Pidsus Kejagung kemudian menetapkan Iwan Setiawan Lukminto, Zainuddin Mapa, dan Dicky Syahbandinata sebagai tersangka.
Penyidik langsung menahan mereka selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung sejak tanggal 21 Mei sampai dengan 9 Juni 2025.
Kejagung menyangka Iwan Setiawan Lukminto, Zainuddin Mapa, dan Dicky Syahbandinata melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.