News
PT. ACR Bersatu Sejahtera Diduga Langgar Hukum Ketenagakerjaan, Kuasa Hukum Layangkan Somasi
Jakarta — Dugaan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan mencuat ke permukaan setelah kuasa hukum orang tua Sekar Ayunda Gemintang melayangkan surat somasi kepada PT. ACR Bersatu Sejahtera, tempat Sekar sebelumnya bekerja sebagai Social Media Specialist.
Dalam dokumen somasi tersebut, diuraikan sejumlah dugaan pelanggaran serius terhadap hak normatif pekerja yang dijamin oleh hukum positif Indonesia. Dugaan pelanggaran tersebut meliputi: beban jam kerja yang melebihi ketentuan, pembayaran upah di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), ketiadaan jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan, serta pemutusan hubungan kerja secara sepihak tanpa kompensasi.
Sekar dilaporkan bekerja selama 157 jam per minggu, yang jika dibagi rata setara dengan lebih dari 22 jam kerja per hari. Praktik tersebut bertentangan dengan Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menetapkan batas maksimal jam kerja normal adalah 40 jam per minggu. Bahkan jika dikategorikan sebagai lembur, jumlah tersebut jauh melebihi ketentuan Pasal 78 yang membatasi lembur maksimal 4 jam per hari dan 18 jam per minggu.
Lebih lanjut, Sekar hanya menerima upah sebesar Rp600.000 per bulan. Angka tersebut tidak hanya jauh dari layak, tetapi juga secara nyata melanggar Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 818 Tahun 2023, yang menetapkan UMP DKI Jakarta tahun 2025 sebesar Rp5.396.761. Pembayaran upah di bawah standar minimum merupakan pelanggaran terhadap Pasal 90 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari UMP.
Somasi juga menyebutkan bahwa perusahaan tidak mendaftarkan Sekar dalam program BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 15 dan 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Kegagalan untuk memenuhi kewajiban tersebut tidak hanya merugikan pekerja secara langsung, tetapi juga dapat dikenai sanksi administratif dan pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 55 UU BPJS.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Sekar dilakukan secara sepihak dan tanpa dasar hukum yang sah. Berdasarkan ketentuan Pasal 62 Undang-Undang Ketenagakerjaan, pemutusan kontrak kerja secara sepihak oleh pemberi kerja mewajibkan perusahaan untuk membayar sisa upah sampai berakhirnya masa kontrak, disertai kompensasi lainnya. Selain itu, PP Nomor 35 Tahun 2021 Pasal 15–16 mengatur bahwa pengakhiran hubungan kerja harus dilakukan berdasarkan alasan yang sah serta disertai hak-hak normatif bagi pekerja.
Kuasa hukum menyebut bahwa total hak Sekar yang harus dibayarkan oleh perusahaan diperkirakan mencapai lebih dari Rp129 juta, terdiri dari sisa nilai kontrak, kompensasi, dan hak-hak lainnya.
Kuasa hukum pihak Sekar menegaskan bahwa somasi tersebut merupakan langkah awal untuk menyelesaikan perkara secara non-litigasi. Namun, jika dalam waktu yang wajar tidak ada tanggapan atau itikad baik dari pihak perusahaan, maka pelaporan resmi kepada instansi terkait, termasuk Dinas Ketenagakerjaan Provinsi DKI Jakarta dan BPJS Ketenagakerjaan, akan dilakukan.
Hingga berita ini disusun, redaksi masih berupaya menghubungi pihak PT. ACR Bersatu Sejahtera untuk memperoleh klarifikasi resmi atas permasalahan yang dimaksud. (###)