Hukum
Sidang MK: Rekening Siluman di BI dan Tagihan Fiktif Rp4,5 Trilyun ke Andri Tedjadharma

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang keempat uji materi Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN),28/05.
Yang menjadi sorotan: penagihan utang negara hingga Rp4,5 triliun terhadap Andri Tedjadharma, mantan pemegang saham Bank Centris Internasional. Namun dalam sidang itu terungkap fakta-fakta mencengangkan: adanya dugaan rekening siluman, penetapan jumlah utang yang cacat, hingga dugaan pemalsuan dasar hukum.
Kasus ini bermula dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006 yang menyebutkan Andri bertanggung jawab atas sisa kewajiban BLBI Bank Centris. Namun dalam sidang MK, terkuak bahwa dasar penagihan tersebut justru menyimpan teka-teki yang belum terjawab hingga kini. Audit BPK 2006 menyebutkan Bank Centris tidak terdaftar PKPS, karena penanganannya di tangan kejaksaan, dan masih menunggu proses di Mahkamah Agung.
Rekening Rekayasa
Maruarar Siahaan, mantan Hakim Konstitusi yang hadir sebagai ahli, menyebut bahwa telah terjadi manipulasi dalam transaksi BLBI yang menyeret nama Bank Centris. Ia menunjukkan bukti audit BPK yang membuktikan adanya dua rekening berbeda atas nama institusi yang sama.
“Bank Centris yang asli tercatat di rekening BI nomor 523-551-0016. Tapi uang BLBI malah dicairkan ke rekening 523-551-000,” kata Maruarar dalam sidang. Ia menyebut temuan itu berasal dari dokumen audit BPK dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Maruarar mengaku terkejut karena Pemerintah dan PUPN tidak menjawab atau membantah temuan tersebut, padahal fakta ini mengindikasikan adanya “bank rekayasa” yang diduga dijadikan alat penampung dana BLBI.
Putusan Kasasi yang Tak Pernah Ada?
Dalam keterangannya, pihak PUPN menyebut bahwa Andri Tedjadharma telah kalah dalam gugatan tata usaha negara, dan dasar koreksi nilai piutang menjadi Rp4,5 triliun adalah Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1688/K/PDT/2003. Tapi keterangan itu dipatahkan oleh para ahli.
“Mahkamah Agung tegas menyatakan tidak pernah menerima permohonan kasasi, bagaikan bisa muncul putusan itu,” tegas Maruarar. Ia menilai penetapan piutang berdasarkan putusan fiktif ini melanggar asas due process of law, dan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia menurut Pasal 28H UUD 1945.
Pemegang Saham Dijadikan Tumbal
Ahli hukum korporasi Prof. Nindyo Pramono mempersoalkan penetapan Andri sebagai “penanggung utang”. Menurutnya, tanggung jawab pemegang saham dalam hukum perseroan terbatas bersifat terbatas. Kecuali jika ia menandatangani perjanjian personal guarantee atau melanggar doktrin piercing the corporate veil.
“Tapi Andri tidak pernah menandatangani MSAA, MRNIA, APU, atau PKPS. Tidak ada perjanjian, tidak ada pengakuan utang,” kata Prof. Nindyo. Ia menegaskan, berdasarkan asas hukum perdata, tidak ada dasar bagi PUPN untuk menagih utang pribadi kepada Andri.
Bahkan, dalam sistem hukum Indonesia, lanjut Nindyo, penetapan seseorang sebagai penanggung utang pribadi harus dilakukan lewat gugatan perdata. Bukan lewat surat sepihak dari PUPN.
Notaris Bicara: Ini Bukan BLBI
Saksi lain, notaris Teddy Anwar, menegaskan bahwa akta-akta yang ia buat antara Bank Centris dan BI tahun 1997–1998 bukan untuk BLBI, melainkan untuk transaksi Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) khusus. Dalam keterangannya, ia menyebut bahwa dana tersebut dijamin dengan sertifikat hak guna bangunan dan promes nasabah yang sah.
Namun yang mengejutkan: pada 2024, PUPN menghubunginya dan meminta salinan akta yang tidak pernah ia buat, yang disebut berkaitan dengan BLBI. “Saya tegaskan, akta tersebut tidak pernah saya buat untuk BLBI,” katanya.
Teddy juga menyebut bahwa permintaan salinan dilakukan secara mendesak oleh kurir PUPN untuk kepentingan Satgas BLBI dan proses lelang. Ia menolak memberikan salinan resmi karena telah pensiun.
Penagihan Tanpa Bukti, Negara Menekan Rakyat?
Dari keseluruhan sidang, terbangun dugaan bahwa PUPN menjalankan eksekusi piutang tanpa dasar hukum yang sah, menggunakan dokumen yang tidak diverifikasi, dan menarget pihak yang tidak pernah menandatangani perjanjian utang apa pun.
Sementara itu, Andri Tedjadharma merasa heran dengan DJKN, PUPN dan KPKNL, Kementerian Keuangan, menetapkan Bank Centris dan dirinya sebagai obligor maupun penanggung utang, dengan mendasarkan pada audit BPK tahun 2006 tentang PKPS.
“Apa DJKN tidak membaca, audit BPK 2006 itu dengan jelas menyebutkan Bank Centris bukan sebagai bank yang masuk dalam PKPS. Audit BPK ini malah menjadi dasar kuat Bank Centris dan saya bukan obligor maupun penanggung utang,” tuturnya dalam wawancara usai sidang MK.
Melihat fakta di atas, begitu terang bahwa proses hukum terhadap Andri Tedjadharma sangat dipaksakan. Bisa dikategorikan sebagai kriminalisasi administratif—penggunaan hukum negara untuk merampas aset warga tanpa proses hukum yang benar dan adil. Seperti halnya dikatakan Maruarar: “Kepastian hukum itu adalah kepastian yang adil.”
Kini, pertanyaannya mengarah ke Mahkamah Konstitusi: apakah mereka akan membiarkan sistem seperti ini tetap hidup dalam tubuh hukum Indonesia? Atau akan mengakhiri praktik “penagihan gelap” yang bersembunyi di balik nama PUPN dan Satgas BLBI? Keadilan menanti jawabannya.
Hukum
Babak Baru Hak Cipta Yoni Dores Bergulir, Lesti Kejora Terseret, Deolipa Yumara Jadi Kuasa Hukum Tambahan

JAKARTA – Kasus dugaan pelanggaran hak cipta lagu milik pencipta lagu Yoni Dores yang menyeret nama penyanyi Lesti Kejora masih terus bergulir di ranah hukum.
Setelah sebelumnya melayangkan laporan ke Polda Metro Jaya, Yoni Dores kini menunjuk pengacara sekaligus mantan penyidik, Deolipa Yumara, sebagai kuasa hukum tambahan.
Dalam konferensi pers yang digelar di Polda Metro Jaya pada Selasa (3/6/2025), Deolipa Yumara menjelaskan keterlibatannya dalam kasus ini.
Ia hadir bersama kuasa hukum Yoni Dores lainnya, Bang Ilham. Deolipa menyatakan tujuannya adalah membantu penyelesaian kasus ini agar menjadi terang dan adil.
“Teman-teman media, terima kasih. Ini saya di sini bersama Bang Ilham dan Bang Yoni. Kita gelar press conference mengenai persoalan hak cipta. Lagu-lagu ciptaan Bang Yoni ini ada sekitar 80 lagu. Memang sebelumnya sudah ada laporan polisi dari Bang Yoni,” ujar Deolipa.
Deolipa menegaskan bahwa langkah hukum yang ditempuh oleh Yoni Dores bukanlah untuk menjatuhkan pihak manapun, melainkan untuk memastikan hak-haknya sebagai pencipta lagu diakui dan dihargai.
“Ini dalam konteks membantu supaya persoalan ini menjadi clear. Tidak lari ke mana-mana. Kita ingin semua pihak tidak ada yang dirugikan. Baik Bang Yoni sebagai pencipta, maupun pihak lain yang mungkin merasa disasar,” jelasnya.
Menurut Deolipa, laporan polisi yang dilayangkan oleh Yoni Dores dilandasi keinginan untuk memperoleh keadilan atas karya cipta yang telah dibuatnya.
“Sebenarnya maksud dari laporan polisi ini baik. Untuk mendapatkan keadilan sebagai pencipta. Kalau kita ciptakan sesuatu, tentu kita ingin dihargai. Termasuk lagu,” katanya.
Meskipun Lesti Kejora disebut dalam laporan tersebut, Deolipa menekankan bahwa penyanyi tersebut belum tentu bersalah. Ia menjelaskan bahwa ada banyak akun YouTube yang mengunggah video Lesti menyanyikan lagu-lagu Yoni Dores tanpa kejelasan pengelola akunnya.
“Jadi terduga adalah Lesti Kejora. Tapi beliau belum tentu bersalah. Karena ada banyak akun yang menampilkan nyanyian Lesti, tapi akunnya berbeda-beda. Kita enggak tahu siapa yang memanfaatkan siapa,” ujarnya.
Deolipa juga menyebut adanya indikasi beberapa akun YouTube yang bersifat komersial.
“Di antara akun-akun ini, ada beberapa yang tampaknya berbayar. Jadi kita sudah dapat materinya,” bebernya.
Yoni Dores sendiri, kata Deolipa, belum mengetahui secara pasti siapa yang memanfaatkan lagu-lagu ciptaannya dan penampilan Lesti untuk tujuan komersial.
“Kita enggak tahu siapa yang memanfaatkan siapa. Apakah akun-akun ini memanfaatkan Lesti, atau juga Bang Yoni sebagai pencipta. Karena penyanyi dan pencipta itu saling melengkapi,” tambahnya.
Deolipa menegaskan bahwa laporan yang telah dibuat tidak serta-merta menuding Lesti bersalah. Pihak Yoni Dores juga tengah mempelajari untuk menyasar kepada akun-akun YouTube tersebut.
“Tapi karena laporan ini sudah berjalan, ya baiklah. Kan ini juga terkait dengan hak dari Bang Yoni. Dan terkait dari gunanya Undang-Undang Hak Cipta. Jadi ini kita biarkan berjalan dulu, untuk menyasar akun-akun ini. Jadi itu jelas ya. Jadi tidak serta-merta kemudian kita mempersalahkan seorang Lesti Kejora,” ujar Deolipa.
Lebih lanjut, pihak Yoni Dores kini juga tengah menelusuri siapa sebenarnya yang berada di balik akun-akun YouTube yang mengunggah konten tersebut tanpa izin.
“Tapi lebih kepada mencari tahu siapa-siapa yang kemudian menjadi pemain-pemain, yang kemudian melanggar Undang-Undang Hak Cipta,” tegasnya.
Hukum
Polda Metro Jaya Ungkap Kronologi Pelaku Pembunuhan Bos Sembako Bekasi

Wartahot – Kepolisian telah menangkap AS (23), seorang karyawan toko sembako, yang menjadi pelaku pembunuhan terhadap bosnya, ALS, di Pondok Gede, Kota Bekasi.
Korban, yang akrab disapa Koh Alex, ditemukan tewas bersimbah darah di tempat usahanya di Jalan Raya Jatimakmur pada Sabtu (31/5/2025), menggegerkan warga setempat.
Pelaku, AS, kini telah mengenakan baju tahanan Polda Metro Jaya dan terlihat tertunduk lesu dengan tangan terborgol saat dihadirkan di Mapolda Metro Jaya pada Selasa (3/6/2025).
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra menjelaskan kronologi pembunuhan yang terjadi pada Jumat (30/5/2025) malam. Saat itu, korban sedang membereskan dagangan untuk menutup toko. AS mendekati korban dengan maksud meminjam uang.
“Namun korban membalas dengan kata-kata yang menurut si pelaku mungkin kurang pantas,” kata Kombes Wira. “Yaitu ‘kamu kasbon terus’, ‘kerja saja malas’, ‘banyak liburnya, nggak kayak yang lain’. Ini kata-kata yang diucapkan oleh korban sehingga dengan kata-kata itu menyulut emosi si pelaku untuk melakukan penganiayaan terhadap korban,” sambungnya.
Ucapan tersebut membuat AS naik pitam. Ia seketika emosional dan memukul korban ke arah pipi kanan sebanyak dua kali, kemudian memukul ke arah dada dan mata sebanyak satu kali. Pukulan tersebut membuat korban tersungkur.
Tidak berhenti di situ, Andreas mengambil kardus berisi air mineral yang ada di toko dan melemparkannya ke arah dada korban satu kali. Akibat lemparan tersebut, korban terjatuh. Namun, korban sempat terbangun sambil memegang kepala dan berusaha menjauh. AS kembali mengambil dus dan melemparkannya ke bosnya hingga korban jatuh di depan kamar mandi.
AS terus menimpuki bosnya dengan kardus isi air mineral beberapa kali ke arah korban, hingga akhirnya kepala korban terbentur kloset sampai pecah.
Setelah penemuan mayat Koh Alex pada Sabtu (31/5/2025), Tim Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya bergerak cepat dan berhasil menangkap Andreas di sebuah hotel di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, pada 1 Juni 2025. Kini, AS harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum.
Hukum
Kejati DK Jakarta Geledah Rumah 2 Tersangka Korupsi Telkom Rp431 Miliar

Jakarta – Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus (Kejati DK) Jakarta menggelah rumah 2 tersangka korupsi Rp431 miliar pada PT Telkom Indonesia.
”Penyidik telah melakukan penggeledahan di dua lokasi berbeda,” kata Syahron Hasibuan, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DK Jakarta, Rabu, (28/5/2025).
Syaron menjelaskan, penyidik menggeledah rumah mantan pejabat PT Telkom tersebut pada Selasa, (27/5/2025), terkait kasus dugaan korupsi pembiayaan fiktif pada PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Rp431 miliar.
Kedua mantan pejabat PT Telkom yang rumahnya digeledah itu merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Adapun lokasi pertama yang digeledah adalah rumah tersangka AHMP yang sempat menjabat General Manager (GM) Enterprise Segment Financial Management Service PT Telkom pada periode 2017–2020.
“Lokasi berada di Jalan Pondok Bambu Residence, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur,” katanya.
Sedangkan lokasi kedua yang digeledah penyidik, yakni rumah tersangka HM, mantan Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom yang menjabat pada 2015–2017.
“Lokasi berada di Perumahan Jaka Permai, Kelurahan Jakasampurna, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat,” ujarnya.
Penyidik Kejati DK Jakarta menyita sejumlah barang bukti yang diduga berkaitan dengan perkara korupsi dari hasil penggeledahan di dua rumah mantan pejabat PT Telkom tersebut.
“Antara lain dokumen, laptop dan barang bukti elektronik lainnya, sertifikat, kendaran bermotor roda dua, dan sejumlah perhiasan,” katanya.
Syahron menyampaikan, penggeledahan tersebut merupakan bagian dari proses penyidikan untuk mengumpulkan alat bukti, serta bentuk komitmen Kejaksaan dalam penegakan hukum yang profesional, transparan, dan akuntabel.
“Khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara,” katanya.
Syahron menjelasan, kasus korupsi ini berawal dari kerja sama bisnis antara PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk dengan sembilan perusahaan pada periode 2016–2018.
Kerja sama ini terkait pengadaan barang dengan anggaran yang berasal dari PT Telkom Indonesia, meskipun kegiatan tersebut berada di luar ruang lingkup core business perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi.
“PT Telkom Indonesia menunjuk empat anak perusahaan untuk melaksanakan proyek
tersebut,” katanya.
Adapun keempat anak perusahaan PT Telkom yang ditunjuk adalah PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta.
Keempat anak perusahaan ini kemudian menunjuk sejumlah vendor yang merupakan
afiliasi dari sembilan perusahaan mitra.
“Namun dalam pelaksanaannya, proyek-proyek pengadaan tersebut diduga tidak pernah benar-benar dilakukan alias fiktif,” katanya.
Adapun kesembilan perusahaan tersebut dan nilai proyeknya, yakni:
1. PT ATA Energi
Baterai Lithium Ion dan genset senilai Rp64.440.715.060
2. PT International Vista Quanta
Smart Mobile Energy Storage Rp22.005.500.000
3. PT Japa Melindo Pratama
Material mekanikal (HVAC), elektrikal, dan elektronik untuk proyek Puri Orchad Apartemen Rp60.500.000.000
4. PT Green Energy Natural Gas
BPO Instalasi sistem gas processing plant-Gresik well head 3 Rp45.276.000.000
5. PT Fortuna Aneka Sarana Triguna
Smart supply chain management Rp13.200.000.000
6. PT Forthen Catar Nusantara
Penyediaan resource dan tools untuk pemeliharaan civil, mechanical & electrical (CME) Rp67.411.555.763
7. PT VSC Indonesia Satu
Penyediaan layanan total solusi multichannel pengelolaan visa Arab Rp33.000.000.000
8. PT Cantya Anzhana Mandiri
Smart café dan renovasi ruangan The Foundry 8 Kawasan Niaga Terpadu (SCBD) Lot 8 Rp114.943.704.851
9. PT Batavia Prima Jaya
Pengadaan hardware dashboard monitoring service & perangkat smart measurement CT scan Rp10.950.944.196
Total nilai proyek dari kerja sama sembilan perusahaan tersebut bersama empat anak perusahaan PT Telkom Indonesia mencapai Rp431.728.419.870 (Rp431 miliar).
Penyidik Kejati DK Jakarta telah menetapkan 11 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembiayaan fiktif pada PT Telkom Indonesia sekitar Rp431 ini.
Adapun para tersangkanya yakni Direktur Utama (Dirut) PT Green Energy Natural Gas, OEW; GM Enterprise Segmen Financial Management Service PT Telkom tahun 2017–2020, AHMP; dan Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom tahun 2015–2017, HM.
Selanjutnya, Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara tahun 2016–2018, AH; Dirut PT Ata Energi, NH; Dirut PT International Vista Quanta, DT; dan Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa, KMR.
Kemudian, Dirut PT Forthen Catar Nusantara, AIM; Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri, DP; DirutPT Batavia Prima Jaya, RI; dan Dirut PT Japa Melindo Pratama, EF.
Penyidik Kejati DK Jakarta menyangka 11 orang tersangka tersebut melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
-
News3 weeks ago
Suami Najwa Shihab, Ibrahim Assegaf, Meninggal Dunia
-
News2 weeks ago
BMKG Laporkan Ormas GRIB Jaya ke Polisi Terkait Pendudukan Lahan Negara
-
Sosial2 days ago
Kabar Duka: Ustadz Dr. Yahya Waloni Berpulang ke Rahmatullah
-
News3 weeks ago
Operasi Brantas Jaya 2025: 23 Preman Berkedok Juru Parkir Diamankan Polres Jaksel
-
Hukum2 weeks ago
Empat Profesor Soroti Beberapa Poin KUHP Baru
-
News3 weeks ago
Ted Sioeng Gugat Bank Mayapada Rp 1,25 Triliun, Sidang Perdana Digelar Awal 2025
-
Hukum2 weeks ago
Sosialisasi KUHP Baru, Peradi Jakbar-UAI Hadirkan 4 Profesor
-
Entertainment2 weeks ago
Teresa Sylviliana: Penyanyi Cilik Multitalenta Asli Indonesia Rilis Tiga Lagu Sendiri dan Udah Numpuk Segudang Prestasi di Umur 10 Tahun!