Hukum

Wakil Tuhan Terus Jual-Beli Keadilan, ‎Prof Gayus: Pengadilan Bak Gua Hantu

Published

on

Mantan Hakim Agung, Prof Gayus Lumbuun, menilai pengadilan seperti gua hantu. (Wartahot.news/Ist)

Jakarta –‎ Mantan Hakim Agung Prof Gayus Lumbuun menilai pengadilan kian seperti gua hantu dengan terus dengan terus berulangnya hakim menjual keadilan. 

Prof Gayus dalam keterangan pers pada Jumat, (18/4/2025), menyampaikan, ‎pengadilan bukan lagi menjadi tempat mencari keadilan dan persemaian kebenaran, melainkan lahan transaksional.

Terus terulangnya hakim tersandung korupsi atau suap menjadikan peradilan Indonesia bak masuk ke zaman kegelapan (darkness).

Menurutn Prof Gayus, hal tersebut nampak dari putusan hakim yang dianggap kerap kali mengingkari fakta persidangan. Disinyalir, munculnya praktik suap di pengadilan mirip teori ekonomi karena ada demand dan supply

Seperti terjadi di Surabaya, ujar dia, seorang penganiaya yang menyebabkan hilangnya nyawa orang, malah divonis bebas. Juga beberapa hakim terseret pada pusaran suap yang dilakukan oleh 3 perusahaan CPO. 

Bahkan, ujar Prof Gayus, menurut data Indonesian Corruption Watch (ICW), periode 2011-2024 ada 29 hakim yang terjerat praktik korupsi dan suap. Banyak perkara lainnya mengalami nasib serupa. 

Tak heran, banyak pihak menilai dunia peradilan Indonesia tengah masuk pada periode kegelapan. Prof Gayus mengatakan bahwa saat ini pengadilan seperti gua hantu.

“Hari ke hari, sepertinya semakin terpuruk kondisi peradilan kita. Sejak tahun 2014 silam, saya pernah cuatkan masalah ini dan menyebut ‘Pengadilan Seperti Gua Hantu’,” ujarnya. 

Ia mengungkapkan, pandangan tersebut benar saja. Pasalnya, semakin ke sini kondisi peradilan di negeri ini tambah memprihatinkan.

Menurut Prof Gayus, data dan fakta sepertinya ikut membenarkan pernyataannya lebih dari satu dasawarsa tersebut. Dia menilai, ada 3 faktor yang memengaruhi hakim menerima suap, yakni by needs (kebutuhan), by greedy (serakah), dan by chance (kesempatan). 

Mengapa Disebut Gua Hantu?

Prof Gayus menjelaskan masud pengadilan lir ibarat gua hantu, yakni pengadilan menjadi lembaga yang sangat menakutkan, sehingga orang menjadi takut berurusan dengan pengadilan. 

“Awalnya, orang masuk pengadilan untuk mencari keadilan, tapi yang didapat justru sebaliknya,” tandasnya. 

Ia menegaskan, peradilan seyogyanya merupakan lembaga yang terhormat. Bahkan, para hakim disebut sebagai wakil Tuhan yang tugasnya mulia sebagai penegak kebenaran dan keadilan (fiat justicia ruat coelum). 

“Namun realitasnya, hakim ibarat pemungut cukai, di mana sepertinya ada potensi nilai ekonomi di setiap perkara,” ujarnya.

Kian parahnya kondisi pengadilan juga lantaran sepertinya pengawasan di internal sudah tidak mempan lagi. Pengawasan bahkan penindakan di internal sudah tidak mempan. 

“Perlu dilakukan evaluasi dan langkah-langkah strategis. Hanya Presiden RI sebagai Kepala Negara yang bisa membenahi keruwetan tersebut,” ujarnya.

Prof Gayus mengungkapkan, pada beberapa tahun lalu telah menyampaikan gagasan pembenahan dunia pengadilan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi kala itu memberikan petunjuk kepada Menkopolhukam Mahfud MD untuk mediskusikannya dengan Gayus. Mahfud menyatakan akan mencari 10 pakar hukum untuk mengeksekusi gagasan tersebut.

“Saya kembali mendorong gagasan ini di era Presiden Prabowo Subianto,” katanya. 

Sebab, lanut Prof Gayus, bila politik dan ekonomi sudah bagus, sementara hukum masih carut-marut juga bisa menjadi ancaman bagi negara kita. 

“Salah satunya, calon investor akan takut menanamkan modalnya karena tidak ada kepastian hukum,” tandasnya.

Pembinaan Pimpinan

Lebih jauh Prof Gayus menguraikan, yang perlu dilakukan adalah melakukan pembinaan terhadap pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua) Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) di Indonesia. 

Sesuai data, ujarnya, ada 347 PN dan 30 PT, 33 Pengadilan Hubungan Industrial, 4 Pengadilan Hak Asasi Manusia, 5 Pengadilan Militer se-Indonesia, di Mahkamah Agung ada sekitar 10 pimpinan. 

“Jadi, ada sekitar 800-an pimpinan pengadilan se-Indonesia yang dibina dengan harapan mereka akan meneruskan materi pembinaan kepada jajaran hakim dibawahnya,” katanya.

Prof Gayus mengusulkan Presiden Prabowo agar membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membenahi dunia peradilan di Indonesia. 

Sistem peradilan di Indonesia berjenjang dan sesuai Peraturan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya. 

“Artinya, tanggung jawab pimpinan pengadilan itu sangat berat. Pun sanksi yang diberikan terhadap mereka yang melanggar sangat berat, seperti tertuang dalam Peraturan MA RI Nomor 01 Tahun 2020,” ujarnya.

Badan Eksaminasi

Membenahi dunia peradilan tidaklah mudah. Prof Gayus mengusulkan Presiden Prabowo perlu membentuk semacam Badan Eksaminasi Peradilan, sehingga putusan-putusan yang dibuat para hakim bisa dieksaminasi. 

“Dua hal yang saya usulkan bisa menjadi pertimbangan Presiden Prabowo, yakni pembinaan di level pimpinan pengadilan dan membentuk badan eksaminasi. Saya siap memaparkan secara teknisnya bila dibutuhkan,” katanya.

Prof Gayus menegaskan, perlu konsep baru agar wajah pengadilan di Indonesia tidak lagi menakutkan, seperti masuk ke gua hantu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending

Exit mobile version