Hukum
Kejagung Tetapkan Ketua Tim Cyber Army Adhiya Muzakki Tersangka Perintangan 3 Kasus Korupsi

Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Ketua Tim Cyber Army, M Adhiya Muzakki, sebagai tersangka kasus perintangan penanganan korupsi ekspor CPO, timah, dan impor gula.
M Adhya Muzakki menyandang status tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-32/F.2/Fd.2/05/2025 tanggal 7 Mei 2025 dan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: PRIN-35/F.2/Fd.2/05/2025 tanggal 7 Mei 2025.
“Telah ditemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan satu orang tersangka yaitu MAM [M. Adhiya Muzakki],” kata Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung di Jakarta, Rabu malam, (7/5/2025).
Sedangkan kasus perintangan penanganan beberapa kasus korupsi tersebut dinaikkan ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Direktur Penyidikan JAM PIDSUS Nomor: Print-23/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 11 April 2025.
Qohar menyampaikan, Tim Jaksa Penyidik Pidsus menemukan bukti permulaan yang cukup dugaan keterlibatan M Adhiya Muzakki dalam perintangan kasus di atas berdasarkan hasil pemeriksaan.
“[Hasil pemeriksaan] dikaitkan dengan keterangan saksi-saksi serta alat bukti lain yang telah diperoleh selama penyidikan,” ujarnya.
Qohar mengungkapkan, berdarkan bukti-bukti permulaan, M Adhiya Muzakki diduga sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, tata niaga timah, dan kegiatan importasi gula.
“[M Adhiya Muzakki diduga melakukan] perintangan terhadap penanganan perkara,” katanya.
Qohar mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, penyidik memperoleh fakta bahwa M Adhiya Muzakki diduga melakukan permufakatan jahat bersama 3 tersangka lainnya.
Adapun 3 tersangka lainnya adalah advokat Marcella Santoso (MS), Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar (TB); dan dosen serta advokat Junaedi Saibih (JS).
Qohar merinci, M Adhiya Muzakki bersama Marcella Santoso, Tian Bahtiar, dan Junaedi Saibih diduga mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya.
Kemudian, tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk dan perkara tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama terdakwa Tom Lembong.
“Baik dalam penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di persidangan yang sedang berlangsung,” ujarnya.
Tersangka M Adhiya Muzakki diduga melakukan perbuatan tersebut dengan cara bersepakat dengan Tian Bahtiar, Marcella, dan Junaedi untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif.
“Berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara a quo di penyidikan, penuntutan, dan di persidangan,” katanya.
Selanjutnya, berita-berita tersebut dipublikasikan oleh tersangka M Adhiya Muzakki dan Tian Bahtiar melalui media sosial Tiktok, Instagram, dan Twitter.
“Tersangka JS [Junaedi Saibih] membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi tim pengacara tersangka MS [Marcella Santoso],” ujarnya.
Tersangka Junaedi, lanjut Qohar, juga membuat narasi negatif bagi penyidik atau penuntut umum Jampidsus Kejagung yang antara lain menyatakan bahwa metodologi perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan.
“Kemudian tersangka TB memuat narasi negatif tersebut dalam berita di sejumlah media sosial dan media online,” ujarnya.
Tersangka Tian Bahtiar memproduksi acara TV Show melalui dialog, talkshow, dan diskusi panel di beberapa Kampus yang diliput oleh JAK TV.
Tersangka M Adhiya Muzakki atas permintaan tersangka Marcella bersepakat untuk membentuk Tim Cyber Army dan membagi tim tersebut menjadi Tim Musafa 1, Musafa 2, Musafa 3, Musafa 4, dan Musafa 5 yang berjumlah kurang lebih 150 orang buzzer.
“Merekrut, menggerakan, dan membayar buzzer dengan bayaran sekitar Rp1,5 juta per buzzer,” katanya.
Buzzer-buzzer tersebut direkrut untuk merespons dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif dan konten negatif yang dibuat oleh tersangka Tian Bahtiar tentang penanganan perkara a quo, baik ketika di penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di persidangan yang sedang berlangsung.
“Membuat video dan konten negatif yang diposting atau dipublikasikan melalui platform media sosial Tiktok, Instagram, dan twitter,” katanya.
Video dan konten tersebut berdasarkan materi dari tersangka Marcella Santoso dan Junaedi yang berisikan narasi-narasi yang mendiskreditkan penanganan perkara a quo yang dilakukan oleh Jampidsus Kejagung.
Bukan hanya itu, narasi-narasi tersebut menyudutkan personal pimpinan Kejagung dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan.
“Membuat video, konten, dan komentar Tim Pengacara MS dan JS,” ujarnya.
Adapun konferensi pers itu adalah metodologi perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara a quo oleh ahli yang dihadirkan oleh penyidik atau penuntut umum adalah tidak benar, menyesatkan, dan telah merugikan hak-hak para tersangka-terdakwa.
“Yang diposting atau dipublikasikan melalui platform media sosial Tiktok, Instagram, dan Twitter,” katanya.
Qohar menyebutkan bahwa selain hal tersebut, tersangka M Adhiya Muzakki juga merusak atau menghilangkan barang bukti berupa handphone yang berisi percakapan-percakapan dengan tersangka Marcella Santoso dan Junaedi.
Percakapan itu, lanjut dia, terkait isi video, konten negatif baik berupa Tiktok, Instagram maupun Twitter termasuk mengerahkan 150 orang buzzer untuk membenarkan isi video, komentar negatif baik berupa tiktok, instagram maupun Twitter yang dibuat oleh tersangka M Adhiya Muzakki maupun Tian Bahtiar.
Tersangka M Adhiya Muzakki memperoleh uang sebesar Rp697.500.000 (Rp697,5 juta) dari Marcella Santoso melalui IK, Bagian Keuangan Kantor Hukum AALF dan Rp167 juta melalui RKY, kurir di Kantor Hukum AALF.
“Total uang yang diterima oleh tersangka MAM [M Adhiya Muzakk] dari tersangka MS [Marcella Santoso] sebanyak Rp864.500.000,” katanya.
Qohar menyebut bahwa tindakan yang dilakukan para tersangka tersebut untuk membentuk opini negatif bagi penyidik, penuntut umum, pimpinan Kejagung dalam penanganan perkara a quo kepada masyarakat dan memengaruhi pembuktian perkara di persidangan.
Penyidik langsung menahan M Adhiya Muzakki di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-31./F.2/Fd.2/05/2025 Tanggal 07 Mei 2025.
Sama dengan 3 tersangka sebelumnya, Kejagung menyangka M Adhiya Muzakki melanggar Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hukum
SIAGA 98 Desak KPK Usut Dugaan Korupsi Tambang Nikel Raja Ampat

Jakarta – Simpul Aktivis Angkatan (SIAGA) 98 desak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usut dugaan korupsi dalam penerbitan izin tambang dan eksplorasi nikel di gugus Pulau Raja Ampat, Papua Barat Daya.
“KPK harus segera melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi penerbitan izin tambang nikel di Gugus Pulau Raja Ampat,” kata Hasanuddin, Koordinator SIAGA 98 pada Selasa, (10/6/2025).
Ia menyampaikan, KPK harus segera melakukan penyelidikan untuk memastikan apakah apakah penerbitan izin tambang dan eksploitasi nikel di Raja Ampat itu terdapat peristiwa tindak pidana korupsi.
Sebab, lanjut Hasanuddin, penambangan di pulau-pulau kecil menyimpangi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan dikuatkan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023.
“Putusan ini menguatkan larangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil,” ujarnya.
Izin tambang tidak berdiri sendiri, tidak hanya dengan dalih potensi nikelnya, sehingga izin diterbitkan, harus juga dilihat dari sisi lain, baik lingkungan, tata ruang, dan peraturan lainnya.
“Kami berharap KPK segera membentuk tim untuk segera melakukan penyelidikan,” tandasnya.
Hukum
Polresta Bogor Meringkus Tersangka Narkoba Hingga Miras Ilegal

Satuan Reserse Narkoba Polresta Bogor Kota mengungkap 45 kasus narkotika dan menangkap 51 tersangka dalam operasi April-Mei 2025. Polisi juga membongkar gudang minuman keras ilegal jenis ciu dengan menangkap lima pelaku.
Wakapolresta Bogor Kota AKBP Indra Ranu Dikarta menyampaikan, kasus narkotika yang tersebar di enam wilayah dengan rincian: Bogor Utara 17 kasus, Bogor Selatan 10 kasus, Bogor Tengah 8 kasus, Bogor Timur 7 kasus, Bogor Barat 2 kasus, dan Tanah Sareal 1 kasus.
“Polisi menyita barang bukti berupa 360,74 gram sabu, 556,18 gram tembakau sintetis, 127,10 gram ganja, 57.418 butir obat keras terbatas, 2.791 butir psikotropika, dan 327 butir ekstasi,” ungkap Wakapolresta didampingi Kasat Narkoba Kompol Dede Hendrawan, Senin (9/6/2025).
AKBP Indra melanjutkan, Satres Narkoba bersama Polsek Bogor Timur menghentikan truk pengangkut ciu dari Jawa Tengah di kawasan Tajur, Bogor Timur. Truk tersebut membawa 120 dirigen kosong 30 liter dan 54 dus berisi 1.296 botol ciu.
“Pengembangan kasus mengarah ke gudang di Kampung Kaum, Desa Cilebut Timur, Sukaraja, Kabupaten Bogor. Polisi menangkap tiga pelaku: Jhon, Rocky, dan Syahrul. Di gudang ditemukan 130 dirigen berisi ciu, 13 dus ciu, satu dirigen biang arak bali, 100 botol arak bali, 2.000 botol kosong, 10.000 tutup botol, tiga set alat ukur kadar alkohol, serta peralatan produksi lainnya,” ujarnya.
“Kelima pelaku mengaku menerima upah Rp 40.000 per dirigen sebagai bagian jaringan miras ilegal dari Jawa Tengah,” imbuhnya.
AKBP Indra menambahkan, saat ini, kami sedang mendalami Dua Kasus Besar, Kasus Pertama: Unit 1 Satres Narkoba menangkap K.A.W (43) setelah mengembangkan kasus tersangka D.S. Polisi menyita 73,87 gram sabu yang disembunyikan dalam karung di rumah tersangka di Bogor Timur. Jaringan ini dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan.
Kasus Kedua: Unit 4 menggerebek kontrakan Z.A.P (29) di Bogor Utara dan menyita 55,94 gram sabu, 1,30 gram tembakau sintetis, 27 butir ekstasi, serta peralatan pengemasan narkoba. Z.A.P mengaku barang milik temannya berinisial A yang berstatus dalam pencarian orang (DPO). Jaringan diduga dari Jakarta dan dikendalikan Arnold yang juga DPO.
“Tersangka narkotika dijerat UU Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 114, 111, dan 112. Kasus obat keras menggunakan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 435 dan 436. Pelaku psikotropika dijerat UU Nomor 5 Tahun 1997 Pasal 60 dan 62. Kasus miras oplosan menggunakan Pasal 204 KUHP, Pasal 55-56 KUHP, dan Pasal 137 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,” tegasnya.
Kami berkomitmen menjaga Kota Bogor tetap bersih dari narkotika dan miras berbahaya, Polresta akan terus melakukan penindakan tegas terhadap peredaran narkoba dan miras ilegal di wilayah Kota Bogor.
Hukum
Sidang MK: Rekening Siluman di BI dan Tagihan Fiktif Rp4,5 Trilyun ke Andri Tedjadharma

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang keempat uji materi Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN),28/05.
Yang menjadi sorotan: penagihan utang negara hingga Rp4,5 triliun terhadap Andri Tedjadharma, mantan pemegang saham Bank Centris Internasional. Namun dalam sidang itu terungkap fakta-fakta mencengangkan: adanya dugaan rekening siluman, penetapan jumlah utang yang cacat, hingga dugaan pemalsuan dasar hukum.
Kasus ini bermula dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006 yang menyebutkan Andri bertanggung jawab atas sisa kewajiban BLBI Bank Centris. Namun dalam sidang MK, terkuak bahwa dasar penagihan tersebut justru menyimpan teka-teki yang belum terjawab hingga kini. Audit BPK 2006 menyebutkan Bank Centris tidak terdaftar PKPS, karena penanganannya di tangan kejaksaan, dan masih menunggu proses di Mahkamah Agung.
Rekening Rekayasa
Maruarar Siahaan, mantan Hakim Konstitusi yang hadir sebagai ahli, menyebut bahwa telah terjadi manipulasi dalam transaksi BLBI yang menyeret nama Bank Centris. Ia menunjukkan bukti audit BPK yang membuktikan adanya dua rekening berbeda atas nama institusi yang sama.
“Bank Centris yang asli tercatat di rekening BI nomor 523-551-0016. Tapi uang BLBI malah dicairkan ke rekening 523-551-000,” kata Maruarar dalam sidang. Ia menyebut temuan itu berasal dari dokumen audit BPK dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Maruarar mengaku terkejut karena Pemerintah dan PUPN tidak menjawab atau membantah temuan tersebut, padahal fakta ini mengindikasikan adanya “bank rekayasa” yang diduga dijadikan alat penampung dana BLBI.
Putusan Kasasi yang Tak Pernah Ada?
Dalam keterangannya, pihak PUPN menyebut bahwa Andri Tedjadharma telah kalah dalam gugatan tata usaha negara, dan dasar koreksi nilai piutang menjadi Rp4,5 triliun adalah Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1688/K/PDT/2003. Tapi keterangan itu dipatahkan oleh para ahli.
“Mahkamah Agung tegas menyatakan tidak pernah menerima permohonan kasasi, bagaikan bisa muncul putusan itu,” tegas Maruarar. Ia menilai penetapan piutang berdasarkan putusan fiktif ini melanggar asas due process of law, dan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia menurut Pasal 28H UUD 1945.
Pemegang Saham Dijadikan Tumbal
Ahli hukum korporasi Prof. Nindyo Pramono mempersoalkan penetapan Andri sebagai “penanggung utang”. Menurutnya, tanggung jawab pemegang saham dalam hukum perseroan terbatas bersifat terbatas. Kecuali jika ia menandatangani perjanjian personal guarantee atau melanggar doktrin piercing the corporate veil.
“Tapi Andri tidak pernah menandatangani MSAA, MRNIA, APU, atau PKPS. Tidak ada perjanjian, tidak ada pengakuan utang,” kata Prof. Nindyo. Ia menegaskan, berdasarkan asas hukum perdata, tidak ada dasar bagi PUPN untuk menagih utang pribadi kepada Andri.
Bahkan, dalam sistem hukum Indonesia, lanjut Nindyo, penetapan seseorang sebagai penanggung utang pribadi harus dilakukan lewat gugatan perdata. Bukan lewat surat sepihak dari PUPN.
Notaris Bicara: Ini Bukan BLBI
Saksi lain, notaris Teddy Anwar, menegaskan bahwa akta-akta yang ia buat antara Bank Centris dan BI tahun 1997–1998 bukan untuk BLBI, melainkan untuk transaksi Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) khusus. Dalam keterangannya, ia menyebut bahwa dana tersebut dijamin dengan sertifikat hak guna bangunan dan promes nasabah yang sah.
Namun yang mengejutkan: pada 2024, PUPN menghubunginya dan meminta salinan akta yang tidak pernah ia buat, yang disebut berkaitan dengan BLBI. “Saya tegaskan, akta tersebut tidak pernah saya buat untuk BLBI,” katanya.
Teddy juga menyebut bahwa permintaan salinan dilakukan secara mendesak oleh kurir PUPN untuk kepentingan Satgas BLBI dan proses lelang. Ia menolak memberikan salinan resmi karena telah pensiun.
Penagihan Tanpa Bukti, Negara Menekan Rakyat?
Dari keseluruhan sidang, terbangun dugaan bahwa PUPN menjalankan eksekusi piutang tanpa dasar hukum yang sah, menggunakan dokumen yang tidak diverifikasi, dan menarget pihak yang tidak pernah menandatangani perjanjian utang apa pun.
Sementara itu, Andri Tedjadharma merasa heran dengan DJKN, PUPN dan KPKNL, Kementerian Keuangan, menetapkan Bank Centris dan dirinya sebagai obligor maupun penanggung utang, dengan mendasarkan pada audit BPK tahun 2006 tentang PKPS.
“Apa DJKN tidak membaca, audit BPK 2006 itu dengan jelas menyebutkan Bank Centris bukan sebagai bank yang masuk dalam PKPS. Audit BPK ini malah menjadi dasar kuat Bank Centris dan saya bukan obligor maupun penanggung utang,” tuturnya dalam wawancara usai sidang MK.
Melihat fakta di atas, begitu terang bahwa proses hukum terhadap Andri Tedjadharma sangat dipaksakan. Bisa dikategorikan sebagai kriminalisasi administratif—penggunaan hukum negara untuk merampas aset warga tanpa proses hukum yang benar dan adil. Seperti halnya dikatakan Maruarar: “Kepastian hukum itu adalah kepastian yang adil.”
Kini, pertanyaannya mengarah ke Mahkamah Konstitusi: apakah mereka akan membiarkan sistem seperti ini tetap hidup dalam tubuh hukum Indonesia? Atau akan mengakhiri praktik “penagihan gelap” yang bersembunyi di balik nama PUPN dan Satgas BLBI? Keadilan menanti jawabannya.
-
News3 weeks ago
Suami Najwa Shihab, Ibrahim Assegaf, Meninggal Dunia
-
News3 weeks ago
BMKG Laporkan Ormas GRIB Jaya ke Polisi Terkait Pendudukan Lahan Negara
-
Sosial5 days ago
Kabar Duka: Ustadz Dr. Yahya Waloni Berpulang ke Rahmatullah
-
News3 weeks ago
Operasi Brantas Jaya 2025: 23 Preman Berkedok Juru Parkir Diamankan Polres Jaksel
-
Hukum2 weeks ago
Empat Profesor Soroti Beberapa Poin KUHP Baru
-
News4 weeks ago
Ted Sioeng Gugat Bank Mayapada Rp 1,25 Triliun, Sidang Perdana Digelar Awal 2025
-
Hukum2 weeks ago
Sosialisasi KUHP Baru, Peradi Jakbar-UAI Hadirkan 4 Profesor
-
Entertainment3 weeks ago
Teresa Sylviliana: Penyanyi Cilik Multitalenta Asli Indonesia Rilis Tiga Lagu Sendiri dan Udah Numpuk Segudang Prestasi di Umur 10 Tahun!