Infotainment
Mengenal Vivi Syavira, Pramugari KAI yang Inspiratif

Wartahot – Dunia kerja bukan melulu soal gelar atau latar belakang, tapi tentang semangat, tekad, dan ketekunan. Nilai-nilai inilah yang tercermin dari sosok Vivi Syavira Eka Putri, pramugari Kereta Api Indonesia (KAI) berusia 22 tahun asal Kota Cimahi, Jawa Barat.
Meski usianya masih muda, pemilik akun Instagram @_vvsyvr.999 ini telah membuktikan bahwa mimpi bisa diraih oleh siapa pun yang mau berusaha. Vivi kini menjadi bagian penting dalam pelayanan transportasi publik nasional, mengedepankan profesionalisme dan dedikasi dalam setiap tugasnya.
“Awalnya aku kerja sebagai administrasi rawat inap, mengurus cover pembiayaan pasien. Tapi aku percaya, tidak ada kata terlambat untuk fokus dan melangkah ke depan. Jangan hiraukan omongan negatif dari orang sekitar, karena itu hanya akan mematahkan semangat,” ungkap Vivi dalam wawancara tertulis bersama TIMES Indonesia, Rabu (23/4/2025).
Perjalanan karier Vivi tidak langsung bersentuhan dengan dunia perkeretaapian. Saat masih duduk di bangku SMA, ia aktif mengikuti lomba paskibraka dan fashion show. Bagi Vivi, kegiatan tersebut bukan sekadar ajang tampil, tetapi juga menjadi sarana pembentukan karakter—mulai dari disiplin, percaya diri, hingga kemampuan berbicara di depan umum.
“Dulu ikut paskibraka itu berat, tapi dari situ aku belajar soal tanggung jawab,” katanya.
Kini, Vivi kerap dipercaya untuk mendampingi tamu-tamu penting dalam tugasnya sebagai pramugari KAI—mulai dari artis, pejabat Kejaksaan Agung, hingga anggota DPR RI. Kepercayaan itu ia balas dengan profesionalisme dan pelayanan prima.
Namun, di balik tampilannya yang anggun dan formal, Vivi memiliki sisi lain yang cukup unik: kecintaannya pada dunia otomotif, terutama mobil Eropa dan drifting.
“Aku suka mobil dan sesekali ikut latihan drifting. Tapi itu cuma hobi aja, sebagai pengisi waktu luang,” ujarnya sambil tersenyum.
Bagi Vivi, hobi tersebut menjadi pelepas penat dan cara menjaga keseimbangan hidup di tengah padatnya rutinitas kerja.
Ia pun berharap KAI terus tumbuh menjadi perusahaan transportasi yang makin maju dan sejahtera. “Semoga kami bisa terus berkembang, lebih profesional, dan tentunya makin dicintai masyarakat,” ucapnya.
Kepada generasi muda, Vivi berpesan agar jangan ragu mencoba hal-hal baru dan keluar dari zona nyaman. “Perluas relasi, jalani dengan ikhlas dan semangat. Tidak ada kata terlambat di usia berapa pun,” tandasnya.
Infotainment
Paula Verhoeven di Sebut ‘Istri Durhaka’, Ini Tanggapan Praktisi Hukum Bisara Angga & Partner

JAKARTA — Putusan sidang perceraian pasangan publik figur Baim Wong dan Paula Verhoeven menyita perhatian publik setelah beredar informasi yang menyebut Paula sebagai “istri durhaka” dalam putusan pengadilan. Menyikapi hal ini, praktisi hukum Bisara Angga, S.H., M.H., dan Reno Septian Simatupang, S.H., memberikan penjelasan dari sudut pandang hukum.
Menurut Bisara Angga, setiap pihak yang merasa dirugikan oleh putusan pengadilan memiliki hak untuk melaporkan hal tersebut ke Komisi Yudisial (KY).

“Kalau memang ada dugaan ketidakprofesionalan hakim, atau pelanggaran etik dalam putusan, itu bisa diajukan ke KY. Tapi kalau hanya karena frasa yang muncul di dalam putusan, dan itu masih berdasarkan keyakinan hakim terhadap fakta hukum dan bukti-bukti, maka belum tentu itu pelanggaran,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa penyebaran isi putusan yang bersifat pribadi, terlebih jika belum diunggah di laman resmi pengadilan, bisa menjadi persoalan hukum tersendiri.
“Kalau isi putusan menyebar dan menyebutkan identitas serta hal-hal yang bersifat privat, apalagi belum tersedia secara resmi di website pengadilan, maka yang bisa dipersoalkan adalah siapa yang menyebarkannya, bukan hakim,” tegasnya.
Dalam kasus ini, mencuat pula informasi sensitif terkait kesehatan pribadi Paula yang diduga termuat dalam putusan. Menanggapi hal ini, Bisara menilai bahwa jika Paula merasa dirugikan, langkah hukum bisa ditempuh.
“Jika benar disebutkan hal-hal seperti itu dan menyebar ke publik, maka tentu ada ruang untuk tindakan hukum, apalagi jika informasi itu merugikan dan tidak benar,” ujarnya.
Reno Septian Simatupang, S.H., yang juga merupakan rekan Bisara, menambahkan bahwa informasi yang tersebar belum tentu merupakan kebenaran.
“Klaim bahwa seseorang mengetahui isi putusan bukan berarti menjadikannya fakta hukum yang sah. Untuk perkara perceraian, tidak semua isi putusan bisa diakses publik. Jadi kalau ada yang menyebarkan tanpa dasar resmi, ya bisa disebut sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Ia juga menanggapi upaya pembelaan dari kuasa hukum Paula, termasuk Hotman Paris, yang menyatakan bahwa tidak pernah terjadi perselingkuhan seperti yang disinyalir dalam pemberitaan.
“Kalau Paula merasa dirugikan dan ingin membela diri, itu hak beliau. Namun, harus hati-hati agar tidak justru memperkuat narasi yang ingin ditepis,” jelas Reno.
Kedua praktisi hukum tersebut menegaskan bahwa proses hukum harus dihormati dan informasi yang belum terverifikasi sebaiknya tidak dijadikan konsumsi publik tanpa dasar resmi.
“Mari kita tunggu salinan resmi putusan pengadilan dan menghormati proses hukum yang berjalan. Jangan sampai ruang privat menjadi konsumsi publik secara sembrono,” tutup Bisara.***
Infotainment
Viral! Isu Ijazah Palsu Jokowi, Bisara Angga & Partner Angkat Bicara: Tidak Terbukti, Tidak Ada Kewajiban Tunjukkan Ijazah ke Publik

JAKARTA — Isu seputar dugaan ijazah palsu milik Presiden Joko Widodo kembali menghangat di tengah publik. Meskipun sudah beberapa kali dibantah, tuntutan dari sebagian warganet agar Presiden Jokowi menunjukkan ijazahnya ke publik tetap menggema. Menanggapi hal ini, praktisi hukum Bisara Angga, S.H., M.H., dan Reno Septian Simatupang, S.H., menyampaikan pandangan hukum mereka.
Bisara Angga menjelaskan bahwa isu ini sejatinya bukan hal baru dan telah melalui beberapa proses hukum.
“Setahu saya ada tiga gugatan yang sudah dilakukan terhadap dugaan ijazah palsu Pak Jokowi. Ketiganya ditolak. Satu gugatan dicabut, dua lainnya benar-benar ditolak oleh pengadilan. Artinya sampai saat ini, tidak terbukti bahwa ijazah itu palsu,” ujarnya, saat ditemui awak media di Kantor Bisara & Co Advocates.
Ia juga menekankan bahwa tidak ada kewajiban hukum bagi Presiden Jokowi untuk menunjukkan ijazahnya kepada publik.
“Kalau tidak ada proses hukum atau laporan resmi, tidak ada keharusan bagi siapapun untuk menunjukkan ijazahnya. Bahkan pihak Universitas Gadjah Mada sudah memberikan pernyataan resmi bahwa Presiden Jokowi memang pernah berkuliah di sana,” tegas Bisara.
Menanggapi desakan warganet, ia menilai bahwa tuntutan tersebut bersifat emosional dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Menunjukkan ijazah kepada masyarakat luas bukan kewajiban. Kecuali dalam konteks proses hukum, misalnya ada laporan ke kepolisian,” tambahnya.
Senada dengan Bisara, Reno Septian Simatupang, S.H., selaku partner di kantor hukum yang sama, menambahkan bahwa dari sisi proses politik pun, legalitas Jokowi telah melalui berbagai tahapan verifikasi.
“Sejak awal pendaftaran di partai, pencalonan wali kota Solo, hingga gubernur DKI Jakarta, semua legalitas, termasuk ijazah, pasti dicek secara ketat dalam fit and proper test,” ujarnya.
Ia pun menduga bahwa isu ini kembali dimunculkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan tertentu.
“Kalau sekarang diangkat lagi, bisa jadi hanya untuk ‘menggoreng’ isu. Saya pribadi pun kalau disuruh menunjukkan ijazah ke orang asing, ya untuk apa? Apalagi sekelas Presiden,” ucap Reno.
Terkait kemungkinan adanya langkah hukum dari pihak Presiden atas tudingan ini, Bisara menyatakan bahwa Presiden memiliki hak untuk melaporkan balik jika merasa difitnah.
“Itu bisa dilakukan karena berdasarkan putusan hukum yang ada, tidak terbukti bahwa ijazah itu palsu. Jadi bisa dilaporkan sebagai pencemaran nama baik,” tutupnya.***
Infotainment
Putusan Hakim Yang Menyebut Paula Verhoeven “Istri Durhaka” di Kritik Praktisi Hukum Agus Susanto,S.H.,M.H

Jakarta – Polemik perceraian antara aktor dan YouTuber Baim Wong dengan sang istri, Paula Verhoeven, kembali menyita perhatian publik usai sidang putusan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa Paula telah terbukti melakukan nusyuz atau membangkang terhadap suaminya—istilah yang dalam konteks hukum Islam kerap dikaitkan dengan “kedurhakaan” seorang istri.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Baim Wong, Fahmi Bachmid, dalam konferensi pers usai sidang.
“Di sini di halaman sekian itu dikatakan terbukti nusyuz. Nusyuz artinya orang yang durhaka kepada suaminya,” ujar Fahmi, seperti dikutip dari kanal YouTube SelebTubeTV.
Fahmi juga mengungkap bahwa hakim mendasarkan putusan pada sejumlah fakta persidangan yang menunjukkan adanya kedekatan Paula dengan pria lain yang bukan mahramnya.
“Majelis hakim memandang bahwa termohon telah terbukti nusyuz kepada pemohon… berdasarkan fakta-fakta persidangan di mana termohon intens berhubungan dengan seseorang laki-laki yang bukan muhrimnya baik secara langsung maupun menggunakan media, bepergian berdua dan seterusnya,” imbuh Fahmi.
Reaksi dan Kritik Praktisi Hukum
Pernyataan hakim yang memasukkan istilah “durhaka” dalam pertimbangan hukumnya menuai kritik dari kalangan praktisi hukum. Salah satunya datang dari pengacara dan pakar hukum keluarga, Agus Susanto, SH, MH, yang menilai bahwa hakim telah melampaui batas etis dan profesionalnya.
“Sebenarnya tidak boleh hakim bicara seperti itu. Hakim mempunyai kode etik, dan tugasnya adalah memutus perkara berdasarkan bukti persidangan dan hukum yang berlaku, bukan menghakimi pribadi seseorang,” tegas Agus.
Agus menambahkan bahwa istilah “durhaka” bernuansa moral dan subjektif, dan tidak selayaknya dimasukkan dalam putusan hukum formal yang seharusnya netral dan berbasis bukti.
Etika dan Kode Perilaku Hakim dalam Sorotan
Pernyataan kontroversial hakim dalam kasus ini turut menyoroti pentingnya kode etik hakim sebagai pedoman perilaku dalam menjalankan fungsi peradilan. Dalam pedoman resmi, terdapat sejumlah prinsip utama yang harus dijunjung tinggi oleh seorang hakim, antara lain:
Bersikap Adil: Memberikan perlakuan yang sama kepada semua pihak.
Bersikap Jujur: Menyampaikan fakta dan pendapat tanpa manipulasi.
Arif dan Bijaksana: Mengambil keputusan dengan pertimbangan yang mendalam dan tanpa prasangka.
Mandiri dan Bebas Tekanan: Tidak dipengaruhi oleh tekanan pihak luar.
Berintegritas Tinggi: Tidak menyalahgunakan wewenang dan menjunjung prinsip keadilan.
Agus Susanto menekankan bahwa penyematan label moral seperti “durhaka” berpotensi menciderai prinsip-prinsip tersebut, dan mengaburkan objektivitas dalam proses hukum.
“Hakim seharusnya menjaga martabat peradilan dengan mengedepankan asas keadilan, bukan memperkeruh suasana dengan label yang bersifat emosional dan menyudutkan salah satu pihak,” pungkasnya.
Respons Publik Menanti
Hingga berita ini diturunkan, pihak Paula Verhoeven belum memberikan tanggapan resmi terkait putusan maupun pernyataan Fahmi Bachmid. Namun, di tengah sorotan publik dan tekanan media sosial, berbagai pihak berharap bahwa proses hukum dapat berjalan secara adil, profesional, dan menjunjung tinggi martabat semua pihak yang terlibat.***
-
Infotainment3 weeks ago
88% Pengusaha Hotel Siap Lakukan PHK, Zecky Alatas Minta Presiden Prabowo Ambil Langkah Tegas
-
Infotainment3 weeks ago
Aura Selsha: Perjalanan Karier & Perjuangan di Dunia Entertainment
-
News3 weeks ago
Bayar Pajak Kendaraan Cukup Gunakan Fotokopi KTP, Gubernur Jabar Siapkan Aturan Baru Permudah Warga
-
News3 weeks ago
Pemerintah Tunda Pencabutan Moratorium TKI ke Arab Saudi, Ini Kata Ketua Umum Brigade 08 Zecky Alatas
-
News4 days ago
Lantang Suarakan Penolakan Truk Tambang, Emma Rivilla Guncang DPRD Kalsel
-
News3 days ago
Brigade 08 Jawa Barat Nyatakan Dukungan Penuh atas Pembentukan Satgas Anti-Premanisme
-
News2 weeks ago
Presiden Prabowo Minta Sistem Kuota Impor Dihapus, Brigade 08: Langkah Strategis Pro-Rakyat
-
Infotainment3 weeks ago
Aktor Senior Sultan Saladin Hadiri Salat Jenazah Ray Sahetapy di Masjid Istiqlal