Hukum
Korupsi User Terminal Satelit Kemhan Rugikan Negara Rp300 Miliar

Jakarta – Kasus korupsi user terminal satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) Tahun 2012–2021 merugikan negara sekitar Rp300 miliar.
“Kerugian negara kalau dirupiahkan sekitar Rp300 miliar. Saat itu kurs Rp15 ribu kurang lebih 1 dolar,” kata Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI Andi Suci, Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung.
Andi dalam konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit di Kejagung, Jakarta, dikutip pada Jumat (9/5/2025), menyampaikan, kerugian negara itu sebesar USD 21.384.851,89.
Andibmengungkapkan, angka USD 21.384.851,89 atau setara Rp300 miliar kerugian keuangan negara tersebut berasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara,” ujarnya.
Sedangkan berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura, Kemhan harus membayar sejumlah USD 20.862.822 kepada Navayo International AG karena telah menandatangani Certificate of Performance (CoP).
Andi menegaskan, berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh BPKP, justru pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kemhan, mengalami kerugian keuangan negara USD 21.384.851,89 akibat kegiatan yang dilakukan Navayo tersebut.
Sebelumnya, Jampidmil menetapkan 3 orang tersangka dalam kasus korupsi user terminal Satelit Slot Orbit 123 derajat BT pada Kemhan tersebut.
Ketiga tersangkanya, pertama adalah Laksamana Muda TNI Purnawirawan (Purn) Leonardi (LNR). Dia merupakan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek satelit tersebut.
Kemudian, Anthony Thomas Van Der Hayden (ATVDH), warga negara Amerika Serikat (AS) selaku Tenaga Ahli Satelit Kemhan dan Gabor Kuti selaku CEO Navayo International AG.
Andi menjelaskan, kasus korupsi satelit ini bermula dari dilakukannya penandatanganan kontrak antara Kemhan dengan Navayo International AG.
Penandatanganan kontrak pengadan tersebut berdasarkan Agreement Prohibition of User Terminal and Related Services and Equipment pada 1 Juli 2016.
Penandatanganan tersebut, ujar Andi, juga berdasarkan agreement tanggal 15 September 2016. Kontrak tersebut ditandatangani oleh Leonardi dan Gabor Kuti.
Kontrak tersebut tentang Perjanjian Penyediaan Terminal Pengguna Jasa dan Peralatan yang terkait Agreement for the Provision of User Terminal and Related Service and Equipment.
“Senilai 34.194.300 USD dan berubah menjadi 29.900.000 USD,” kata Andi.
Ia mengungkapkan, penandatanganan kontrak antara Navayo International AG dengan Kemhan yang diwakili Leonardi dan Gabor Kuti itu dilakukan tanpa tersedianya anggaran.
Selain itu, penunjukan Navayo International AG, perusahaan asal Hungaria itu sebagai pihak ketiga tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa.
“Navayo International AG juga merupakan rekomendasi aktif dari tersangka ATVDH [Anthony Thomas Van Der Hayden],” ucapnya.
Selanjutnya, pihak Navayo International AG mengklaim telah melakukan pekerjaan berupa pengiriman barang dan program kepada Kemhan Republik Indonesia.
Klaim tersebut, lanjut Andi, berdasar pada 4 buah Certificate of Performance (CoP) yang telah ditandatangani oleh Letkol Tek JKG dan Kolonel CHB MRI atas persetujuan Mayjen TNI Purn BH dan Laksamana Muda TNI Purn Leonardi.
CoP tersebut telah disiapkan oleh tersangka Anthony Thomas Van Der Hayden dan Gabor Kuti tanpa dilakukan pengecekan atau pemeriksaan terhadap barang yang dikirim Navayo terlebih dahulu.
Pihak Navayo International AG kemudian melakukan penagihan kepada Kemhan Republik Indonesia dengan mengirimkan 4 invoice atau permintaan pembayaran dan CoP.
“Namun sampai dengan tahun 2019, Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran,” ujarnya.
Setelah dilakukan pemeriksaan pekerjaan Navajo diperoleh hasil bahwa berdasaran hasil laboratorium terhadap sampling 550 buah handphone yang dikirim perusahaan tersebut bukan merupakan handphone satelit.
Selain itu, ujar Andi, tidak terdapat secure chip inti sebagaimana spekifikasi teknis yang dipersyaratkan di dalam kontrak yang telah disepakati kedua belah pihak.
Sedangkan master program yang dibuat Navayo, yaitu sebanyak 12 buku millstone dan 3 submission setelah dinilai oleh ahli satelit, kesimpulannya bahwa pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah program user terminal.
Selain itu, hasil pekerjaan Navayo International AG terhadap user terminal tidak pernah diuji terhadap Satelit Artemis yang berada di Slot Orbit 123 BT.
“Barang-barang yang dikirim Navayo International AG tidak pernah dibuka dan diperiksa,” tandasnya.
Berdasarkan tagihan yang disampaikan Navayo, Kemhan Republik Indonesia harus membayar sejumlah 20.862.822 USD kepada Navayo.
Jumlah itu, kata Andi, berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura karena telah menandatangani CoP.
Sedangkan menurut perhitungan dari BPKP, kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG itu telah merugikan keuangan negara 21.384.851.89 USD.
Untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah20.862.822 USD berdasarkan final award putusan Arbitrase Singapura dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia Rumah Dinas Atase Pertahanan dan Rumah Dinas atau Apartemen Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris.
Permohonan penyitaan tersebut disampaikan oleh juru sita di Paris terhadap putusan Pengadilan Paris yang mengesahkan putusan Tribunal Arbitrase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG.
“[Ini] atas putusan Arbitrase Internasional Commercial Court atau ICC Singapura,” katanya.
Tim Penyidik KoneksitasJampidmil telah memeriksa 52 orang saksi dari kalangan sipil, 7 dari militer (TNI), dan 9 orang ahli yang di antaranya 6 orang ahli satelit dan sisanya merupakan ahli hukum dan keuangan negara.
Jampidmil Kejagung menyangka Leonardi, Gabor Kuti, dan Anthony Thomas Van Der Hayden melanggar sangkaan primer, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
Sangkaan subsider, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
Lebih subsider, Pasal 8 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
Hukum
Kuasa Hukum Sebut Kondisi Ammar Zoni Membaik, Target Kembali ke Dunia Hiburan Usai Bebas

Jakarta – Kuasa hukum Ammar Zoni, John Matias, memberikan kabar terbaru mengenai kondisi kliennya yang kini masih mendekam di lembaga pemasyarakatan. Menurutnya, kondisi Ammar semakin membaik dan ia memiliki semangat untuk kembali berkarya di dunia entertainment setelah bebas nanti.
“Soal kepastian bebasnya, kalau tanpa remisi maka Ammar akan keluar pada Januari 2026. Namun jika mendapat remisi, kemungkinan sudah bisa pulang pada Desember 2025,” kata John Matias.
Ia menjelaskan, Ammar belum mendapat remisi pada tahun ini lantaran statusnya sebagai warga binaan baru di Lapas. “Remisi 17 Agustus maupun Idul Fitri ada, tapi karena masa pembinaannya baru satu bulan saat itu, haknya baru akan berjalan penuh mulai Januari 2026,” ujarnya.
Terkait kemungkinan rehabilitasi, John menegaskan kasus Ammar sudah inkrah sehingga mengikuti putusan pengadilan. Namun ia membuka opsi untuk mengajukan rehabilitasi setelah Ammar menjalani masa hukumannya. “Karena narkoba ini kan soal sakit, pecandu itu seharusnya diobati, bukan semata dipenjara. Nantinya kita bisa daftarkan ke BNN agar Ammar mendapat rehabilitasi jalan,” jelasnya.
John juga menyinggung opsi amnesti yang saat ini tengah digodok pemerintah. “Kalau abolisi tidak mungkin karena kasus sudah inkrah. Tapi amnesti masih mungkin, karena sebelumnya ada sekitar 1.600 orang yang mendapatkannya. Kalau syarat-syaratnya terpenuhi, kita bisa ajukan juga,” ungkapnya.
Lebih lanjut, John memastikan Ammar sudah menyesali perbuatannya. “Dia sangat kapok. Tiga kali kasus ini membuatnya kehilangan banyak hal: ayahnya meninggal, istrinya bercerai, kariernya terhenti, dan ekonominya morat-marit. Jadi sudah cukup jadi pelajaran berat buat Ammar,” katanya.
Dengan kondisi yang kian stabil dan niat kembali meniti karier, John optimistis Ammar bisa bangkit setelah menjalani masa hukuman.
Hukum
Merasa Dikriminalisasi, Vanessa Christmas Cari Keadilan Lewat Laporan Balik

Wartahot – Nama Vanessa Christmas, seorang Bhayangkari, tengah menjadi sorotan usai dirinya mendatangi Mabes Polri bersama tim kuasa hukum untuk melaporkan balik pihak yang tidak dikenal yang sebelumnya melaporkannya.
Vanessa datang didampingi kuasa hukum Dhanu Prayogo, Immanuel Lumban Tobing, Rapen Sinaga, dan Yosephine Chrisan Ecclesia Tamba. Ia mengaku heran ketika mendapat undangan klarifikasi atas laporan yang dia sendiri tidak mengetahui siapa pelapornya.
“Hari ini saya mencabut klarifikasi saya yang kemarin diundang ke Mabes Polri. Setelah dicek, saya tidak mengenal orang yang melaporkan saya,” kata Vanessa di Mabes Polri.
Menurut Vanessa, kejadian tersebut sangat merugikan dirinya sebagai seorang ibu sekaligus anggota Bhayangkari. Ia khawatir kondisi itu dapat berdampak pada psikologis anak-anaknya.
“Jangan sampai ada masyarakat lain yang mengalami hal seperti saya, apalagi anak-anak saya sampai ketakutan karena ibunya dilaporkan dengan tuduhan yang tidak jelas,” ujarnya.
Tim kuasa hukum Vanessa menegaskan bahwa laporan balik telah dibuat di Polda Metro Jaya. Laporan tersebut terdaftar pada 4 Agustus 2025 dengan dugaan tindak pidana pengaduan palsu, melanggar Pasal 317 dan/atau 318 KUHP. Terlapor diketahui bernama Agustinus Rismes.
“Klien kami dilaporkan atas dugaan pemalsuan identitas atau Pasal 266 KUHP, padahal ia tidak mengenal siapa pelapornya. Karena itu, kami resmi melaporkan balik dengan dugaan pengaduan palsu,” jelas kuasa hukumnya.
Selain kasus ini, Vanessa juga menyinggung soal persoalan pribadi terkait dugaan penelantaran anak oleh suaminya yang berprofesi sebagai perwira Polri. Ia menuturkan bahwa anaknya tidak disekolahkan selama bertahun-tahun, sejak kelas 2 SD hingga kini seharusnya duduk di bangku SMP.
“Saya sudah melaporkan penelantaran anak sejak tiga tahun lalu, tapi tidak ada proses. Saya sampai harus berjualan ayam bakar untuk biaya hidup dan kebutuhan sekolah anak. Namun, sampai sekarang laporan saya belum ditindaklanjuti,” ungkap Vanessa dengan nada haru.
Kuasa hukum Vanessa menegaskan akan terus mengawal laporan balik ini, sekaligus meminta perhatian Propam Mabes Polri agar kasus dugaan penelantaran anak juga diproses dengan serius.
“Ini menyangkut hak anak yang tidak boleh diabaikan. Kami minta atensi dan pengawalan penuh dari pihak berwenang,” tutupnya.
Hukum
Wow! Fariz RM Janji Tobat di Sidang Pledoi: “Ini Terakhir Kali”

Jakarta – Musisi senior Fariz RM kembali hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025), untuk menjalani sidang pledoi alias pembacaan nota pembelaan dalam kasus narkoba yang menjeratnya.
Sebelumnya, Senin (4/8/2025), Jaksa Penuntut Umum menuntut Fariz dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsider 3 bulan kurungan.
Kuasa hukum Fariz, Deolipa Yumara, mengungkapkan bahwa kliennya sudah menyampaikan pembelaan secara lisan. “Fariz tadi sudah melakukan pledoi secara lisan, dia menyatakan permintaan maaf sebesar-besarnya kepada semua masyarakat, kepada keluarga, majelis hakim dan kepada semua teman-teman yang hadir di persidangan, kepada teman-teman media juga tadi dia sampaikan,” ujarnya.
Fariz, lanjut Deolipa, juga mengaku menyesal dan berjanji tidak mengulanginya lagi. “Yang kedua, dia menyesali perbuatannya. Yang ketiga dia menyatakan kapok atau tobat, dia tidak akan melakukan perbuatan ini lagi. Dan katanya ini adalah yang terakhir kalinya dia menggunakan narkoba di perkara ini,” tambahnya.
Kalau nanti permohonannya dikabulkan, Fariz ingin kembali fokus mencari nafkah dan berkarya di dunia musik sambil menghabiskan waktu bersama keluarga.
Deolipa juga menegaskan pembelaan mereka fokus membantah tuduhan sebagai pengedar. “Kita menuntut bebas Fariz RM karena pasal-pasal yang dituntutkan pengedar, tapi dia adalah pengguna. Makanya kita membela supaya dia bebas,” tegasnya.
Namun, kalau pembebasan tidak dikabulkan, tim hukum meminta opsi rehabilitasi. “Tadi sudah dibedah oleh majelis hakim, rehabilitasinya baru satu kali. Di (sidang) perkara ke empat ini kita memohon rehabilitasi untuk kedua kalinya. Memang rehabilitasi diberikan kesempatan sampai tiga kali untuk direhab. Tadi kan baru sekali, mudah-mudahan kali kedua dikabulkan oleh hakim,” harap Deolipa.
Sidang akan berlanjut Kamis (14/8/2025) dengan agenda replik atau tanggapan jaksa atas pledoi Fariz.
-
News3 weeks ago
Brigade 08 Dorong Pemerintah Percepat Sistem Penempatan Terpadu Pekerja Migran ke Timur Tengah
-
News1 week ago
Kemenangan Tertunda Zecky Alatas, Suarakan Aspirasi Rakyat untuk DPD RI
-
News2 weeks ago
Bukan Ahli Bedah? WNI Bongkar Dugaan Malpraktik Dokter Korea
-
Entertainment3 weeks ago
Cerita Dua Bestie: Pemotretan Pertama, Bisnis Teh Herbal, hingga Cita Cita Jadi Artis
-
Ekonomi4 weeks ago
Dukungan Penuh Tokoh Penting di Grand Opening Thelas Cafe: Harapan untuk Pertumbuhan Ekonomi Lokal
-
Hukum3 weeks ago
Merasa Dikriminalisasi, Vanessa Christmas Cari Keadilan Lewat Laporan Balik
-
Infotainment4 weeks ago
Farel Prayoga dan Etenia Croft Rayakan Hari Kemerdekaan Lewat Lagu “Indonesiaku”
-
News4 weeks ago
Profil Chairawan K Nusyirwan, Tokoh TNI yang Dianugerahkan Pangkat Kehormatan Jenderal Bintang 3