Hukum
Jokowi Bakal Tempuh Langkah Hukum soal Tudingan Ijazah Palsu

Jakarta – Mantan Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi), memutuskan untuk menempuh langkah hukum terkait tudingan ijazah palsu yang terus dilancarkan kepadanya.
Langkah tersebut disampaikan tim kuasa hukum Jokowi dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin, (14/4/2025). Jokowi menilai tudingan yang terus digulirkan tersebut sudah keterlaluan.
“Kami terus akan mengkaji, akan mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum bagi siapapun yang mencoba untuk membangun narasi-narasi, membangun hal-hal negatif pembunuhan karakter terhadap Bapak Jokowi,” kata Firmanto Laksana Pangaribuan, kuasa hukum Jokowi.
Ia menjelaskan, konferensi pers ini selain untuk menanggapi dan meluruskan tudingan serta narasi tersebut, juga sebagai pengingat agar pihak-pihak yang membangun narasi tersebut tidak terus melakukannya.
“Untuk menghentikan membangun narasi-narasi yang negatif, menyesatkan, merugikan, karena kami sudah berdiskusi dan mencadangkan untuk mengambil langkah hukum,” tandasnya.
Advokat betitel profesor yang karib diasapa Firman ini, lebih lanjut menyampaikan, persoalan tentang keabsahan ijazah Jokowi tersebut sudah final karena telah berkali-kali teruji.
Ia mengungkapkan, ini mulai dari lolosnya verifikasi oleh KPUD ketika Jokowi mendaftar sebagai calon Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta serta Presiden Republik Indonesia.
Selain itu, sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Keabasahan ijazah Jokowi ini sudah 3 kali diuji di pengadilan.
Terbaru, ujar Firman, pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) selaku lembaga pendidikan yang menerbitkan ijazah pun telah menyampaikan kofirmasi bahwa ijazah Jokowi adalah sah.
“Dekanat, rektorat Universitas Gadjah Mada, dan juga pihak-pihak lain, termasuk Bapak [Jokowi] sendiri [telah menyampaikan konfirmasi],” ujarnya.
Menurut Prof. Firman, dengan demikian, sebenarnya sudah tidak ada lagi alasan untuk menuding dan membuat narasi bahwa ijazah Jokowi tersebut palsu. Kalau itu masih terjadi, maka sudah terpenuhnya mens rea.
“Kami ingatkan kepada siapapun, berhati-hati dalam menyampaikan informasi, jangan menyebabkan fitnah atau kebohongan, karena akan ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku,” tandasnya.
Firman menyampaikan, tim kuasa hukum Jokowi saat ini terus melakukan kajian soal strategi atau langkah hukum apa yang akan ditempuh. Ini sebagaimana dimintakan Jokowi.
“Bapak juga sudah sampaikan secara terbuka. Kami di sini ditugaskan untuk mengkaji dan menyusun strategi untuk langkah hukum selanjutnya,” ujar dia.
Rivai Kusumanegara, kuasa hukum Jokowi lainnya menambahkan, jika nanti pihaknya melakukan langkah hukum, ini harus dipahami untuk nenjaga hak asasi manusia seorang warga negara.
“Satu pebelajaran hukum yang baik di mata masyarakat. Bahwa di era demokrasi yang begitu terbuka, masih ada hukum memberikan ruang-ruang perlindungan,” katanya.
“Intinya, ini mungkin menjadi pembelajaran bagi publik agar terbangun budaya hukum di samping budaya demokrasi yang ada di negara kita ini,” ucap Rivai.
Yakup Putra Hasibuan yang juga kuasa hukum Jokowi, menjawab pertanyaan kenapa baru setelah 2 tahun tudingan ini berlangsung pihaknya akan menempuh langkah hukum.
“Karena Pak Jokowi menghormati hak mereka untuk menempuh jalur hukum yang ada. Proses pengadilan dijalani, putus 3 perkara,” ujarnya.
Setelah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht), narasi ijazah palsu ini masih terus saja digulirkan hingga Jokowi bukan lagi sebagai presiden.
“Sekarang ini kan kami melihat sudah lebih menyerang personal Pak Jokowi. Bukan lagi beliau dikritisi karena beliau bukan selaku presiden,” tandasnya.
Menurutnya, Jokowi tidak ingin menghambat orang lain karena upaya hukum jika terbukti dampaknya bakal panjang, apalagi kalau nanti misalnya orang yang dipersoalkan itu berencana maju sebagai calon kepala daerah atau pejabat misalnya.
“Itu bisa menjeggal, menghambat, dan men-discreditkan orang. Itu yang selama ini kita cegah,” ujarnya.
Tidak dilakukan upaya hukum juga untuk memberikan presiden baik. Setelah itikad baik dan adanya berbagai putusan pengadilan tersebut, ternyata tidak mendapat respons positif, maka langkah hukum terpaksa menjadi pilihan akhir.
“Karena ini negara hukum, mungkin kita akan menempuh jalur hukum. Karena itu juga merupakan hak dari Bapak Jokowi,” ucapnya.
Kuasa hukum Jokowi lainnya, Andra Reinhard Pasaribu, menyampaikan, pihaknya saat ini tengah mengumpulkan tudingan-tudingan termasuk video yang diunggah di YouTube maupun media sosial lainnya.
“Seluruh tayangan-tayangan yang beredar di YouTube, sudah kita kurasi satu per satu dan oleh tim kami sedang dipelajari,” katanya.
Ia mengungkapkan, Jokowi telah mempertimbangkan matang-matang perlu tidaknya melakukan langkah hukum dan apakah perbuatan itu sudah memenuhi unsur pidana dan mens rea kalau sudah terlewat batas.
“Beliau memang terakhir bilang, ya sudah, kalau memang sudah kelewatan, kita tempuh upayah hukum. Itu memang sudah ada approved dari beliau,” tandasnya.
Hukum
Sidang MK: Rekening Siluman di BI dan Tagihan Fiktif Rp4,5 Trilyun ke Andri Tedjadharma

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang keempat uji materi Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN),28/05.
Yang menjadi sorotan: penagihan utang negara hingga Rp4,5 triliun terhadap Andri Tedjadharma, mantan pemegang saham Bank Centris Internasional. Namun dalam sidang itu terungkap fakta-fakta mencengangkan: adanya dugaan rekening siluman, penetapan jumlah utang yang cacat, hingga dugaan pemalsuan dasar hukum.
Kasus ini bermula dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006 yang menyebutkan Andri bertanggung jawab atas sisa kewajiban BLBI Bank Centris. Namun dalam sidang MK, terkuak bahwa dasar penagihan tersebut justru menyimpan teka-teki yang belum terjawab hingga kini. Audit BPK 2006 menyebutkan Bank Centris tidak terdaftar PKPS, karena penanganannya di tangan kejaksaan, dan masih menunggu proses di Mahkamah Agung.
Rekening Rekayasa
Maruarar Siahaan, mantan Hakim Konstitusi yang hadir sebagai ahli, menyebut bahwa telah terjadi manipulasi dalam transaksi BLBI yang menyeret nama Bank Centris. Ia menunjukkan bukti audit BPK yang membuktikan adanya dua rekening berbeda atas nama institusi yang sama.
“Bank Centris yang asli tercatat di rekening BI nomor 523-551-0016. Tapi uang BLBI malah dicairkan ke rekening 523-551-000,” kata Maruarar dalam sidang. Ia menyebut temuan itu berasal dari dokumen audit BPK dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Maruarar mengaku terkejut karena Pemerintah dan PUPN tidak menjawab atau membantah temuan tersebut, padahal fakta ini mengindikasikan adanya “bank rekayasa” yang diduga dijadikan alat penampung dana BLBI.
Putusan Kasasi yang Tak Pernah Ada?
Dalam keterangannya, pihak PUPN menyebut bahwa Andri Tedjadharma telah kalah dalam gugatan tata usaha negara, dan dasar koreksi nilai piutang menjadi Rp4,5 triliun adalah Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1688/K/PDT/2003. Tapi keterangan itu dipatahkan oleh para ahli.
“Mahkamah Agung tegas menyatakan tidak pernah menerima permohonan kasasi, bagaikan bisa muncul putusan itu,” tegas Maruarar. Ia menilai penetapan piutang berdasarkan putusan fiktif ini melanggar asas due process of law, dan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia menurut Pasal 28H UUD 1945.
Pemegang Saham Dijadikan Tumbal
Ahli hukum korporasi Prof. Nindyo Pramono mempersoalkan penetapan Andri sebagai “penanggung utang”. Menurutnya, tanggung jawab pemegang saham dalam hukum perseroan terbatas bersifat terbatas. Kecuali jika ia menandatangani perjanjian personal guarantee atau melanggar doktrin piercing the corporate veil.
“Tapi Andri tidak pernah menandatangani MSAA, MRNIA, APU, atau PKPS. Tidak ada perjanjian, tidak ada pengakuan utang,” kata Prof. Nindyo. Ia menegaskan, berdasarkan asas hukum perdata, tidak ada dasar bagi PUPN untuk menagih utang pribadi kepada Andri.
Bahkan, dalam sistem hukum Indonesia, lanjut Nindyo, penetapan seseorang sebagai penanggung utang pribadi harus dilakukan lewat gugatan perdata. Bukan lewat surat sepihak dari PUPN.
Notaris Bicara: Ini Bukan BLBI
Saksi lain, notaris Teddy Anwar, menegaskan bahwa akta-akta yang ia buat antara Bank Centris dan BI tahun 1997–1998 bukan untuk BLBI, melainkan untuk transaksi Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) khusus. Dalam keterangannya, ia menyebut bahwa dana tersebut dijamin dengan sertifikat hak guna bangunan dan promes nasabah yang sah.
Namun yang mengejutkan: pada 2024, PUPN menghubunginya dan meminta salinan akta yang tidak pernah ia buat, yang disebut berkaitan dengan BLBI. “Saya tegaskan, akta tersebut tidak pernah saya buat untuk BLBI,” katanya.
Teddy juga menyebut bahwa permintaan salinan dilakukan secara mendesak oleh kurir PUPN untuk kepentingan Satgas BLBI dan proses lelang. Ia menolak memberikan salinan resmi karena telah pensiun.
Penagihan Tanpa Bukti, Negara Menekan Rakyat?
Dari keseluruhan sidang, terbangun dugaan bahwa PUPN menjalankan eksekusi piutang tanpa dasar hukum yang sah, menggunakan dokumen yang tidak diverifikasi, dan menarget pihak yang tidak pernah menandatangani perjanjian utang apa pun.
Sementara itu, Andri Tedjadharma merasa heran dengan DJKN, PUPN dan KPKNL, Kementerian Keuangan, menetapkan Bank Centris dan dirinya sebagai obligor maupun penanggung utang, dengan mendasarkan pada audit BPK tahun 2006 tentang PKPS.
“Apa DJKN tidak membaca, audit BPK 2006 itu dengan jelas menyebutkan Bank Centris bukan sebagai bank yang masuk dalam PKPS. Audit BPK ini malah menjadi dasar kuat Bank Centris dan saya bukan obligor maupun penanggung utang,” tuturnya dalam wawancara usai sidang MK.
Melihat fakta di atas, begitu terang bahwa proses hukum terhadap Andri Tedjadharma sangat dipaksakan. Bisa dikategorikan sebagai kriminalisasi administratif—penggunaan hukum negara untuk merampas aset warga tanpa proses hukum yang benar dan adil. Seperti halnya dikatakan Maruarar: “Kepastian hukum itu adalah kepastian yang adil.”
Kini, pertanyaannya mengarah ke Mahkamah Konstitusi: apakah mereka akan membiarkan sistem seperti ini tetap hidup dalam tubuh hukum Indonesia? Atau akan mengakhiri praktik “penagihan gelap” yang bersembunyi di balik nama PUPN dan Satgas BLBI? Keadilan menanti jawabannya.
Hukum
Babak Baru Hak Cipta Yoni Dores Bergulir, Lesti Kejora Terseret, Deolipa Yumara Jadi Kuasa Hukum Tambahan

JAKARTA – Kasus dugaan pelanggaran hak cipta lagu milik pencipta lagu Yoni Dores yang menyeret nama penyanyi Lesti Kejora masih terus bergulir di ranah hukum.
Setelah sebelumnya melayangkan laporan ke Polda Metro Jaya, Yoni Dores kini menunjuk pengacara sekaligus mantan penyidik, Deolipa Yumara, sebagai kuasa hukum tambahan.
Dalam konferensi pers yang digelar di Polda Metro Jaya pada Selasa (3/6/2025), Deolipa Yumara menjelaskan keterlibatannya dalam kasus ini.
Ia hadir bersama kuasa hukum Yoni Dores lainnya, Bang Ilham. Deolipa menyatakan tujuannya adalah membantu penyelesaian kasus ini agar menjadi terang dan adil.
“Teman-teman media, terima kasih. Ini saya di sini bersama Bang Ilham dan Bang Yoni. Kita gelar press conference mengenai persoalan hak cipta. Lagu-lagu ciptaan Bang Yoni ini ada sekitar 80 lagu. Memang sebelumnya sudah ada laporan polisi dari Bang Yoni,” ujar Deolipa.
Deolipa menegaskan bahwa langkah hukum yang ditempuh oleh Yoni Dores bukanlah untuk menjatuhkan pihak manapun, melainkan untuk memastikan hak-haknya sebagai pencipta lagu diakui dan dihargai.
“Ini dalam konteks membantu supaya persoalan ini menjadi clear. Tidak lari ke mana-mana. Kita ingin semua pihak tidak ada yang dirugikan. Baik Bang Yoni sebagai pencipta, maupun pihak lain yang mungkin merasa disasar,” jelasnya.
Menurut Deolipa, laporan polisi yang dilayangkan oleh Yoni Dores dilandasi keinginan untuk memperoleh keadilan atas karya cipta yang telah dibuatnya.
“Sebenarnya maksud dari laporan polisi ini baik. Untuk mendapatkan keadilan sebagai pencipta. Kalau kita ciptakan sesuatu, tentu kita ingin dihargai. Termasuk lagu,” katanya.
Meskipun Lesti Kejora disebut dalam laporan tersebut, Deolipa menekankan bahwa penyanyi tersebut belum tentu bersalah. Ia menjelaskan bahwa ada banyak akun YouTube yang mengunggah video Lesti menyanyikan lagu-lagu Yoni Dores tanpa kejelasan pengelola akunnya.
“Jadi terduga adalah Lesti Kejora. Tapi beliau belum tentu bersalah. Karena ada banyak akun yang menampilkan nyanyian Lesti, tapi akunnya berbeda-beda. Kita enggak tahu siapa yang memanfaatkan siapa,” ujarnya.
Deolipa juga menyebut adanya indikasi beberapa akun YouTube yang bersifat komersial.
“Di antara akun-akun ini, ada beberapa yang tampaknya berbayar. Jadi kita sudah dapat materinya,” bebernya.
Yoni Dores sendiri, kata Deolipa, belum mengetahui secara pasti siapa yang memanfaatkan lagu-lagu ciptaannya dan penampilan Lesti untuk tujuan komersial.
“Kita enggak tahu siapa yang memanfaatkan siapa. Apakah akun-akun ini memanfaatkan Lesti, atau juga Bang Yoni sebagai pencipta. Karena penyanyi dan pencipta itu saling melengkapi,” tambahnya.
Deolipa menegaskan bahwa laporan yang telah dibuat tidak serta-merta menuding Lesti bersalah. Pihak Yoni Dores juga tengah mempelajari untuk menyasar kepada akun-akun YouTube tersebut.
“Tapi karena laporan ini sudah berjalan, ya baiklah. Kan ini juga terkait dengan hak dari Bang Yoni. Dan terkait dari gunanya Undang-Undang Hak Cipta. Jadi ini kita biarkan berjalan dulu, untuk menyasar akun-akun ini. Jadi itu jelas ya. Jadi tidak serta-merta kemudian kita mempersalahkan seorang Lesti Kejora,” ujar Deolipa.
Lebih lanjut, pihak Yoni Dores kini juga tengah menelusuri siapa sebenarnya yang berada di balik akun-akun YouTube yang mengunggah konten tersebut tanpa izin.
“Tapi lebih kepada mencari tahu siapa-siapa yang kemudian menjadi pemain-pemain, yang kemudian melanggar Undang-Undang Hak Cipta,” tegasnya.
Hukum
Polda Metro Jaya Ungkap Kronologi Pelaku Pembunuhan Bos Sembako Bekasi

Wartahot – Kepolisian telah menangkap AS (23), seorang karyawan toko sembako, yang menjadi pelaku pembunuhan terhadap bosnya, ALS, di Pondok Gede, Kota Bekasi.
Korban, yang akrab disapa Koh Alex, ditemukan tewas bersimbah darah di tempat usahanya di Jalan Raya Jatimakmur pada Sabtu (31/5/2025), menggegerkan warga setempat.
Pelaku, AS, kini telah mengenakan baju tahanan Polda Metro Jaya dan terlihat tertunduk lesu dengan tangan terborgol saat dihadirkan di Mapolda Metro Jaya pada Selasa (3/6/2025).
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra menjelaskan kronologi pembunuhan yang terjadi pada Jumat (30/5/2025) malam. Saat itu, korban sedang membereskan dagangan untuk menutup toko. AS mendekati korban dengan maksud meminjam uang.
“Namun korban membalas dengan kata-kata yang menurut si pelaku mungkin kurang pantas,” kata Kombes Wira. “Yaitu ‘kamu kasbon terus’, ‘kerja saja malas’, ‘banyak liburnya, nggak kayak yang lain’. Ini kata-kata yang diucapkan oleh korban sehingga dengan kata-kata itu menyulut emosi si pelaku untuk melakukan penganiayaan terhadap korban,” sambungnya.
Ucapan tersebut membuat AS naik pitam. Ia seketika emosional dan memukul korban ke arah pipi kanan sebanyak dua kali, kemudian memukul ke arah dada dan mata sebanyak satu kali. Pukulan tersebut membuat korban tersungkur.
Tidak berhenti di situ, Andreas mengambil kardus berisi air mineral yang ada di toko dan melemparkannya ke arah dada korban satu kali. Akibat lemparan tersebut, korban terjatuh. Namun, korban sempat terbangun sambil memegang kepala dan berusaha menjauh. AS kembali mengambil dus dan melemparkannya ke bosnya hingga korban jatuh di depan kamar mandi.
AS terus menimpuki bosnya dengan kardus isi air mineral beberapa kali ke arah korban, hingga akhirnya kepala korban terbentur kloset sampai pecah.
Setelah penemuan mayat Koh Alex pada Sabtu (31/5/2025), Tim Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya bergerak cepat dan berhasil menangkap Andreas di sebuah hotel di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, pada 1 Juni 2025. Kini, AS harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum.
-
News3 weeks ago
Suami Najwa Shihab, Ibrahim Assegaf, Meninggal Dunia
-
News3 weeks ago
BMKG Laporkan Ormas GRIB Jaya ke Polisi Terkait Pendudukan Lahan Negara
-
Sosial3 days ago
Kabar Duka: Ustadz Dr. Yahya Waloni Berpulang ke Rahmatullah
-
News3 weeks ago
Operasi Brantas Jaya 2025: 23 Preman Berkedok Juru Parkir Diamankan Polres Jaksel
-
Hukum2 weeks ago
Empat Profesor Soroti Beberapa Poin KUHP Baru
-
Hukum2 weeks ago
Sosialisasi KUHP Baru, Peradi Jakbar-UAI Hadirkan 4 Profesor
-
News3 weeks ago
Ted Sioeng Gugat Bank Mayapada Rp 1,25 Triliun, Sidang Perdana Digelar Awal 2025
-
Entertainment2 weeks ago
Teresa Sylviliana: Penyanyi Cilik Multitalenta Asli Indonesia Rilis Tiga Lagu Sendiri dan Udah Numpuk Segudang Prestasi di Umur 10 Tahun!